Senin 16 Mar 2020 18:36 WIB

IDAI Desak Pemerintah Ungkap Daerah Mana Saja Positif Corona

IDAI desak pemerintah transparan mengungkap daerah yang telah ditemukan kasus corona.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
WNI kru kapal pesiar Diamond Princess yang dinyatakan negatif virus corona tiba di Bandara Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. IDAI desak pemerintah transparan mengungkap daerah yang telah ditemukan kasus corona.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
WNI kru kapal pesiar Diamond Princess yang dinyatakan negatif virus corona tiba di Bandara Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. IDAI desak pemerintah transparan mengungkap daerah yang telah ditemukan kasus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendesak pemerintah mengungkapkan daerah mana saja yang sudah memiliki kasus infeksi virus corona tipe baru, Covid-19. Terlebih, saat ini jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah, bahkan balita turut menjadi korbannya.

"Sejak diumumkan Covid-19 ini cukup cepat meningkatnya," ujar Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Aman B Pulungan SpA(K) dalam konferensi pers di kantor IDAI, Senin (16/3).

Menurut Aman, semula IDAI hanya mengamati. Pihaknya mencermati, banyak ungkapan keliru bahwa anak tidak akan kena dan daya tahan tubuh anak kuat.

"Ini yang membuat kita lengah. Harusnya kalau bukan ahlinya atau pakarnya, jangan buat pernyataan yang buat menyesatkan. Akhirnya keluarga mengganggap anak terinfeksi tidak apa-apa," ungkap Aman.

Setelah ada kasus dua balita dirawat, Aman mengatakan, anggota organisasinya sedih dan merasakan empati yang sangat mendalam. Ia pun mendoakan agar balita yang sekarang diisolasi itu dapat sembuh dan kembali berkumpul dengan keluarganya.

Melihat perkembangan kasus penyebaran virus corona, IDAI mengusulkan beberapa hal. Transparansi data menjadi tuntutan utamanya.

"Meminta ada transparansi data hasil tes dan cluster," kata Aman.

Menurut Aman, dokter pun tidak mengetahui hasil tes uji corona pasiennya. Kondisi itu, menurutnya, membuat 4000-an anggota IDAI khawatir.

"Kami tidak diberi tahu bahwa pasien kami sakit, bahwa di rumah sakit itu ada pasien yang positif," ujar Aman.

Menurut Aman, anggota IDAI tak bisa menjawab ketika ada yang menanyakan faktanya tentang pasien corona. Hal itu terjadi karena ketidaktahuan para dokter anak tentang data yang ada.

"Jadi kita harus membuat atau memetakan di mana cluster-nya dan episentrumnya. Kalau misalnya kita tahu episentrumnya bekas kapal pesiar, misalnya, cluster-nya ini kita tahu enggak," ujarnya.

IDAI sepakat dengan profesi lain yang meminta pemerintah membagikan dan membuat adanya informasi mengenai cluster atau episentrum. Di samping itu, pemerintah juga perlu memberi tahukannya kepada dokter dan masyarakat.

"Untuk saat ini kita tidak tahu misalnya ada pasien dari daerah tertentu, di mana tinggalnya, cluster-nya di mana saja. Harusnya pemerintah menetapkan cluster-cluster mana saja. Setelah ini, kalau mau lockdown, kita harus tahu seperti ini. Kalau tidak, kita tidak bisa cegah penularannya," ujarnya.

Menurut Aman, saat ini masih banyak orang keluar dan jalan terus kemana-mana. Itu terjadi lantaran masyarakat tidak diberi tahu.

Di lain sisi, Aman menyebut, dokter juga tidak tahu penyakit pasien yang dirawat sehingga potensi penularan membesar andaikan pasien dipulangkan. Selain itu, ia mengatakan, data dari DKI Jakarta, menyebutkan sekarang begitu banyak orang dan maupun pasien dalam pengawasan.

"Kalau ini sekarang enggak dibuka, kita malah tidak pernah tahu. Dan penularannya ini malah tidak bisa dicegah. Kita menutup-nutupi tapi tidak bisa mencegah penularannya. Ini salah sekali secara epidemologi," paparnya.

Menurut Aman, dokter saat ini seperti bekerja dalam kegelapan. IDAI pun memohon sekali keterbukaan informasi cluster untuk menyelamatkan warga Indonesia dari Covid-19. Setelahnya, para dokter bisa memetakan apa yang harus dilakukan.

"Kami sebagai tenaga kesehatan juga lebih siap apa yang kita hadapi. Ini seperti kita mau perang, kita enggak tahu bagaimana sebetulnya kekuatan musuhnya bagaimana, senjata tidak punya, alat periksa tidak ada. Jadi ini seperti kami dokter disuruh perang tapi tidak punya senjata dan musuh yang kami hadapi gelap. Setelah ini transparasi hasil."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement