REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena menilai, putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Melki mengatakan, putusan MA harus dihormati dan dijalankan pemerintah. Sebagai tindak lanjut, dia berharap, pemerintah dan DPR bisa kembali melakukan pembahasan untuk mendesain ulang sistem jamknan kesehatan nasional.
"Ini menjadi momentum kita membenahi sistem jaminan kesehatan nasional untuk kita atur kembali," ujar Politikus Golkar itu saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3).
Melki menyebut, ada berbagai aspek yang selama ini menjadi persoalan dalam pembahasan antara BPJS Kesehatan, Kementerian terkait dan Komisi IX. Pemerintah harus membahas ulang model kepesertaan, pembiayaan, layanan yang diperoleh, dan aspek-aspek lainnya untuk mendapatkan solusi yang komprehensif terkait BPJS Kesehatan ini.
Dewan Jaminan Sosial juga diminta Melki untuk kembali menawarkan usulan terkait konsep pemberian jaminan kesehatan untuk masyarakat Indonesia. Pemberian jaminan kesehatan ini pun diingatkan agar tak hanya bicara soal untung maupun rugi. Ia menolak narasi yang kerap disampaikan BPJS Kesehatan bahwa mereka terus mengalami defisit.
"Dia bilang ini defisit. Ini perspektif yang keliru. Itu sudah seperti bertransaksi dan berbisnis sama rakyat gitu loh. Kita lagi mengurus rakyat, memberikan uang, itu harusnya jaminan yang kita berikan," kata dia.
"Kalau defisit ini seolah negara berdagang sama rakyat. Itu gak boleh," ujar Melki kembali menambahkan.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Dengan begitu, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan batal naik.
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Senin (9/3).