Senin 09 Mar 2020 17:34 WIB

Kominfo: Lima dari 177 Hoaks Corona Dibawa ke Ranah Hukum

Hoaks corona tertinggi mulai terjadi 27 Januari hingga 2 Februari

Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebut Hoaks terkait corona tertinggi mulai terjadi 27 Januari hingga 2 Februari
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebut Hoaks terkait corona tertinggi mulai terjadi 27 Januari hingga 2 Februari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI mengatakan bahwa hingga Ahad (8/3), telah menemukan sebanyak 177 hoaks atau berita bohong dengan topik virus corona (COVID-19) di Indonesia. Menurut Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI Semuel Abrijani Pangerapan dari 177 kasus yang ditemukan, lima di antaranya tengah dibawa ke ranah hukum.

Kelima kasus tersebut yakni dua kasus tengah ditangani oleh Polda Kalimantan Timur, dua kasus lainnya di Kalimantan Barat, dan satu di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

"(Hoaks yang dibawa ke jalur hukum) adalah mereka (pembuat hoaks) yang punya indikasinya. Misalnya untuk kasus yang di bandara itu, kalau ada niatan, desain, itu dia niat dong, bikin kepanikan," kata Semuel di Jakarta, Senin (9/3).

Berdasarkan data terbaru Kominfo, pada periode Senin (2/3) hingga Ahad (8/3), terdapat sebanyak 35 isu hoaks baru yang ditemukan, atau naik hingga 18 berita bohong baru terkait virus corona dari pekan sebelumnya yang hanya ditemukan 17 hoaks.

Data tersebut juga menunjukkan, hoaks tertinggi terdapat pada periode 27 Januari hingga 2 Februari dengan 42 temuan berita bohong menyusul maraknya pemberitaan awal terkait virus corona yang mewabah di Wuhan, China. Temuan itu terus menurun selama empat pekan, namun kembali mencuat pekan lalu menyusul pengumuman kasus pertama COVID-19 di Indonesia.

Lebih lanjut, Semuel mengatakan pihaknya akan terus berupaya untuk meminimalisir penyebaran hoaks serta memberikan literasi digital yang berisikan informasi yang benar dan terpercaya. "Kita ingin menyediakan edukasi literasi digital. Mendahulukan nalar sebagai kapten kita. Bagaimana bisa memberikan kesadaran masyarakat soal ruang digital," kata pria yang akrab disapa Semmy itu.

Sementara itu, penanganan hoaks, menurut Semuel juga bermacam-macam, mulai dari pemblokiran situs yang menyediakan berita bohong, pembetulan dan penurunan (take down) informasi yang salah, hingga akhirnya ke jalur hukum bila hoaks-nya meresahkan publik.

"Tapi untuk mereka yang mencoba untuk membuat suasana tidak kondusif, ya kita proses hukum. Kita juga memilah dan memilih. Karena ini masalah bersama dan harus membuat masyarakat tenang," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement