REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyusun kode etik bagi pimpinan KPK baru membuang nilai dasar religiusitas dan diganti dengan sinergi. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menghormati keputusan tersebut.
"Kita hormati hasil kerja Dewas menyusun kode etik," ujar Wakil Ketua MPR itu kepada Republika.co.id, Senin (9/3).
Kendati demikian, ia menyayangkan dihilangkannya nilai religi dalam kode etik KPK. Sebab, Indonesia merupakan negara yang berketuhanan.
Apalagi, Indonesia menganut sila pertama dalam Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa. "Kita bangsa yang berketuhanan atau religius," ujar Jazilul.
Sebelumnya, kode etik baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai disusun oleh Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK. Sejumlah poin dalam kode etik baru itu terdapat perubahan, salah satunya dalam nilai dasar lembaga yang tidak lagi mencantumkan aspek religiusitas.
Nilai religiusitas yang sebelumnya disebut secara eksplisit, serta dianggap melekat dan memayungi seluruh nilai dasar yang ada, kini diubah dengan nilai sinergi. Ini merupakan wujud penjelasan UU Nomor 19 Tahun 2019 bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, KPK harus menjadikan aparat penegak hukum lain sebagai counterpart KPK.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, nilai religiusitas tersebut KPK cantumkan di dalam mukadimah kode etik dan pedoman perilaku KPK. Menurut KPK, religiusitas merupakan pelaksanaan keyakinan beragama atau nilai-nilai sprititualitas yang diyakini kebenarannya berdasarkan agama dan kepercayaan masin-masing.
"KPK memandang religiusitas merupakan nilai tertinggi yang memayungi seluruh nilai dasar yang ada dalam kode etik saat ini meliputi integritas, keadilan profesionalisme, Kepemimpinan dan sinergi," kata Ali saat dikonfirmasi, Senin (9/3).