Senin 09 Mar 2020 14:37 WIB

Aksi Gejayan Memanggil: Tolak Omnibus Law

Tagar #GejayanMemanggilLagi menjadi salah satu trending topic di Twitter.

Rep: Silvy Dian Setiawan, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Gejayan Memanggil #3. Aliansi Mahasiswa Jogja menggelar aksi di pertigaan Gejayan, Yogyakarta, Senin (9/3). Mereka menuntut penolakan RUU Omnibus Law.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gejayan Memanggil #3. Aliansi Mahasiswa Jogja menggelar aksi di pertigaan Gejayan, Yogyakarta, Senin (9/3). Mereka menuntut penolakan RUU Omnibus Law.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menggelar aksi Gejayan Memanggil di Jalan Affandi, Sleman, Senin (9/3). Aksi ini dilakukan guna menggagalkan disahkannya omnibus law oleh DPR.

"Pada aksi ini, kita menyampaikan; satu, gagalkan omnibus law, RUU cipta kerja, perpajakan, RUU ibu kota negara dan RUU kefarmasian. Dua, dukung pengesahan RUU PKS dan tolak RUU ketahanan keluarga," kata humas ARB, Kontra Tirano, saat ditemui di lokasi aksi, Senin (9/3).

Baca Juga

Selain itu, massa juga menyampaikan mosi tidak percaya kepada pemerintah, termasuk kepada seluruh lembaga yang mendukung disahkannya omnibus law tersebut.

"Legislatif yang tidak lagi dirasa memilkiki mosi terhadap pemerintah. Oleh karena itu, aksi hari ini sebagai rapat rakyat, sebagai mosi parlemen jalanan. Artinya, kita punya hak veto sebagai rakyat untuk menyatakan tidak percaya kepada elite politik," ujarnya.

Selain itu, massa juga mendukung penuh adanya mogok nasional. Bahkan, massa juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk aktif dalam mogok nasional tersebut.

"Lawan tindakan represif aparat dan ormas reaksioner dan rebut kedaulatan rakyat, bangun demokrasi sejati," katanya.

Masyarakat yang tergabung dalam ARB ini di antaranya kelompok masyarakat, serikat buruh, dan seluruh aliansi mahasiswa di DIY. Sekitar seribu massa ini terkonsentrasi di tiga titik, yakni Bundaran UGM, lapangan UNY, dan parkiran UIN dengan titik kumpul aksi di Pertigaan Gejayan.

In Picture: Aksi Buruh Tolak Omnibus Law

photo
Sejumlah massa buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2). - (Republika/Thoudy Badai)

Di Jakarta, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) akan menggelar aksi tolak omnibus law RUU cipta kerja di depan Gedung DPR, Jakarta. Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman mengatakan bahwa pihaknya menuntut dua hal dalam aksi hari ini. Pertama, menuntut pemerintah dan DPR membatalkan pembahasan RUU cipta kerja.

"Dan segera menurunkan iuran premi BPJS Kesehatan semua kelas serta pungutan lainnya yang memberatkan rakyat," ujar Rudi kepada wartawan, Senin (9/3).

Kedua, GSBI menuntut pemerintah menjalankan land reform sejati dan industrialisasi nasional. "Sebagai syarat Indonesia untuk berdaulat secara ekonomi dan politik terlepas dari utang dan investasi dalam membangun negeri," ujar Rudi.

Serikat buruh di Indonesia diketahui menolak omnibus law RUU cipta kerja karena dianggap tidak memiliki tiga prinsip yang diusung buruh. Ketiga hal itu adalah job security atau perlindungan kerja, income security atau perlindungan terhadap pendapatan, serta social security atau jaminan sosial terhadap pekerjaan.  

Setidaknya, ada sembilan alasan spesifik mengapa mereka menolak omnibus law cipta kerja. Kesembilan alasan itu di antaranya hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, serta penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.

Kemudian, alasan lainnya adalah jam kerja eksploratif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), dan PHK yang dipermudah. Selain itu, alasan lainnya meliputi hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pihaknya akan terbuka dalam pembahasan omnibus law nanti. "Dalam periode kali ini DPR akan lebih terbuka. Nanti kita akan waktu reses, kita persilakan kepada unsur masyarakat tersebut yang menyatakan keberatan," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/3).

DPR mengaku tak ingin menimbulkan kerusuhan seperti yang terjadi saat pembahasan UU KPK dan RKUHP. Pasalnya, hal tersebut dirasa menyebabkan kerugian di sejumlah sektor.

"Kita akan coba melakukan sinkroniasi pasal-pasal sehingga pasal-pasal yang dinilai kontroversial itu dapat dicarikan solusinya," ujar Dasco.

Terkait rencana unjuk rasa dari berbagai kelompok yang menolak RUU cipta kerja, ia menghargai aspirasi yang ingin disampaikan. Namun, DPR mengimbau masyarakat untuk tidak menimbulkan keributan dalam aksi.

"Karena aksi unjuk rasa, pengujuk rasa bersikap dewasa itu biasanya sudah memperhatikan aspek-aspek soal ketenteraman, kemudian ketertiban dan lain-lain," ujar Dasco.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani memberikan penjelasan alasan draf omnibus law RUU cipta kerja belum juga dibahas oleh DPR. Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, DPR dan pemerintah tengah memberi waktu untuk melakukan sosialisasi.

"Kita berikan kesempatan kepada pemerintah bersama dengan DPR untuk bisa menyosialisasikannya, menjeaskan niat dari adanya omnibus law itu," ujar Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).

Puan melanjutkan, DPR dan pemerintah mempersilakan masyarakat melihat pasal-pasal yang sensitif maupun yang dianggap tak bermanfaat. Dengan demikian, Puan melanjutkan, gejolak tidak terjadi saat DPR mulai melakukan pembahasan.

"Nanti kalau sudah masuk pembahasan, yang dilakukan oleh DPR jadi tidak menimbulkan kegaduhan kecurigaan yang muncul dari masyarakat. Sekarang kita kasih kesempatan dulu kepada masyarakat untuk melihat dan mencermati terkait draf omnibus law," ujar dia.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement