Kamis 05 Mar 2020 23:40 WIB

KPI Minta Media tak Berlebihan Beritakan Virus Corona

Media diminta tidak mendramatisir atau menakut-nakuti publik sehingga picu kepanikan.

Calon penumpang kereta api beraktivitas di samping kereta inspeksi yang dipasang iklan sosialisasi pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Kamis (5/3).
Foto: Republika/Abdan Syakura
Calon penumpang kereta api beraktivitas di samping kereta inspeksi yang dipasang iklan sosialisasi pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Kamis (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran tentang penyiaran wabah COVID-19. Isinya meminta media berlaku proporsional atau tidak berlebihan dalam memberitakan terkait wabah tersebut.

Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, surat edaran yang ditujukan kepada KPI daerah serta seluruh lembaga penyiaran nasional dan lokal itu untuk menyikapi perkembangan pemberitaan dan penyampaian informasi di beberapa media. Bila tidak diingatkan berpotensi menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Baca Juga

"Kita berharap presenter, reporter dan host menggunakan diksi secara tepat dan tidak terkesan mendramatisir atau menakut-nakuti karena bisa menimbulkan persepsi publik yang memicu kepanikan," ujar Yuliandre dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Apabila media penyiaran senantiasa berlaku profesional dan proporsional berpegang pada kode etik dan mengedepankan edukasi dalam pemberitaannya, Yuliandre yakin masyarakat justru merasa tercerahkan, tidak panik, tidak sampai memborong masker, apalagi sembako.

"Ingat, kode etik jurnalistik harus terus dipegang dalam setiap pemberitaan. Misalnya dalam memilih nara sumber, saya kira teman-teman media tentu paham betul bahwa mereka harus selektif. Narasumber mesti kredibel atau sesuai kepakarannya sehingga tidak membuat informasi jadi terdistrosi," kata mantan Presiden Komisi Penyiaran Dunia itu.

Selain itu, lanjutya, informasi yang disajikan harus bisa dipertanggungjawabkan dan terkonfirmasi. Lalu, tidak menyiarkan informasi dari media sosial, kecuali informasi tersebut telah terkonfirmasi kebenarannya.

"Jangan sampai mengekspose identitas pasien dan jangan pula mengeksploitasi lingkungan serta warga sekitar penderita karena bisa berdampak ke hak privasi dan psikologis mereka," katanya.

Kemudian, dalam menyampaikan data-data tentang wabah COVID-19, media juga mesti berimbang dan dari sumber yang kredibel.

"Jika hendak menyampaikan angka kematian, harus pula diikuti persentase kesembuhan," ujar Andre, panggilan akrabnya.

Mantan Duta Muda Unesco itu juga mendorong media menayangkan iklan layanan masyarakat tentang COVID-19 yang berisikan cara persebaran, gejala, langkah pencegahan dan penanganan dini, hotline service pemerintah dan di daerah, serta rumah sakit yang ditunjuk untuk penanganan.

Agar tidak ada pihak memanfaatkan situasi terkait COVID-19 ini, Andre juga mendorong media menginformasikan sanksi bagi pelaku seperti spekulan masker dan hand sanitizer yang bisa diancam penjara 6 tahun dan maksimal denda Rp4 miliar, sebagaimana diatur UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement