Selasa 03 Mar 2020 19:16 WIB

Emil Ingin Proses Pengecekan Corona Bisa Lebih Cepat.

Tak mau kecolongan, Jabar akan beli alat pengecek corona.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Gubernur Jabar Ridwan Kami
Foto: Bayu Adji / Republika
Gubernur Jabar Ridwan Kami

BANDUNG -- Pemprov Jabar tak mau ada warganya kecolongan penyakit corona. Pemprov Jabar pun akan membeli peralatan untuk mengecek permasalahan corona dengan cepat. 

"Karena kan per hari ini semua positif-negatifnya corona, harus ke laboratorium kesehatan di Jakarta. Sehingga membutuhkan waktu. Waktu tercepatannya itu dua hari. Dari pengalaman yang tercepatnya itu," ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil Rapat Koordinasi tentang Penanganan Kebencanaan dan Pencegahan Virus Cofid 19, di Aula Barat Gedung Sate, Senin (3/3). 

Emil ingin proses pengecekan corona bisa lebih cepat lagi. "Mudah mudahan kita bisa lakukan ini di tempat di waktu yang lebih memungkinkan," katanya.

Emil mengatakan, tak bisa menyampaikan dengan detail terkait pembelian alat ini. Nanti kalau faktanya sudah ada, baru akan disampaikan. "Kita sedang ikhtiar. Kita tidak mau jadi orang yang pasif. Saya harus pro aktif, barangnya tidak ada di Indonesia, teknologinya yang ada di Korea," katanya.

Emil mencontohkan, pasien di Sukabumi harus menunggu 14 hari untuk mengetahui positif dan negatifnya pasien  lama. Oleh karena itu, Jabar akan berinisiatif membeli. 

"Kami merujuk ke Korea Selatan sebagai negara penanganan baik. Alat bisa mendeteksi cepat jadi Jabar ga mau kecolongan," katanya.

Emil menjelaskan, per hari ini tidak ada penambahan informasi pasien yang menjadi positif terdampak covid-19. Ada 23 Pasien Dalam Pengawasan (PDP) tapi semuanya negatif. "Yang positif hanya yang kemarin dilaporkan oleh Pak Presiden kepada publik. Termasuk yang di Cianjur setelah dikonfirmasi bukan terpapar covid-19 karena memang punya sejarah punya penyakit paru-paru sebelum umrah dan kesehariannya," katanya.

Dikatakan Emil, tak bisa semua riwayat itu disampaikan ke publik. Karena, dari WHO, kalau ada PDP tolong hargai identitas jangan dicari alamatnya di mana. Termasuk, histori sebelumnya. Dalam manajemen kesehatan, hal itu rahasia yang tak bisa disampaikan ke publik.

"Makanya, di banyak tempat pasien itu tak disebut nama, tapi nomor. Mudah-mudahan bisa memilah informasi mana sebatas mana yang bisa disampaikan secara baik," kata Emil.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement