SLEMAN -- Masyarakat Indonesia selama ini memang belum terbiasa menerapkan etika saat batuk, bersin maupun meludah. Karenanya, kewaspadaan COVID-19 atau Corona di satu sisi mengingatkan kita untuk menerapkan etika tersebut.
Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), Prof Ova Emilia mengatakan, Kementerian Kesehatan sudah rutin pula sampaikan info-info tersebut. Sayang, masyarakat masih belum sadar pentingnya itu.
Dia menilai, masyarakat Indonesia masih belum sadar mengeluarkan cairan dari tubuh itu memiliki potensi bahaya. Kita, lanjut Ova, malah lebih sering menstigmatisasi dan mengucilkan mereka yang seharusnya mendapat bantuan.
"Dalam prinsip penanganan, menstigmatisasi dan mengucilkan bukan membuat manajemen penanganan menjadi berhasil, justru mengisolasi tanpa tahu apa yang dilakukan justru akan menimbulkan kepanikan," kata Ova, Selasa (3/3).
Kemudian, dia mengingatkan, rasa percaya penting dalam penanganan. Sebab, ketika kita gamang, tidak mengerti apa yang harus dilakukan, dihubungkan kepada hal-hal yang tidak sesuai, tidak akan membantu penanganan penyakit.
"Ingat, kita sudah pernah melewati wabah seperti SARS dan MERS-CoV yang jauh lebih dahsyat dan lebih mematikan, ini memang siklus kehidupan," ujar Ova.
Senada, Spesialis Penyakit Dalam UGM, Dr Yandri Wijayanti Subronto menilai, lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia belum memiliki budaya cuci tangan. Termasuk, tidak biasa mencuci tangan setelah buang air kecil di kamar mandi.
"Ini wake up call (pengingat) untuk kita biasakan cuci tangan," kata Yandri.
Yandri mengingatkan, bagi masyarakat yang memang sudah sakit dan menunjukkan gejala-gejala penyakit, biasakan beraktivitas menggunakan masker. Tapi, dia menekankan, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan.
"Ingat, untuk COVID-19 atau Corona ini yang sembuh jauh lebih banyak," ujar Yandri.