REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR meminta agar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi lembaga yang menjadi pemersatu lewat Pancasila. Bukan, lembaga yang justru menimbulkan polemik di masyarakat lewat pernyataan kontroversial.
"BPIP harus menjadi figur simbol pemersatu, yang sebaiknya menghindari polemik," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, Senin (2/3).
Khusus bagi Yudian Wahyudi, yang kini menjabat sebagai Kepala BPIP, diminta untuk lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Sebab, sebagai pejabat publik ucapan dari Yudian dapat menimbulkan persepsi yang beragam.
Dia menilai, bahwa BPIP saat ini masih diperlukan, khususnya dalam membumikan Pancasila kepada masyarakat. Dengan visi, misi, dan program yang jelas.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah konsep dan aplikasi membumikan Pancasila. Bukan pernyataan-pernyataan," ujat Baidowi.
Sebelumnya, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VII di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk membubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), karena keberadaan BPIP tersebut tidak diperlukan lagi.
"Kami mendesak presiden untuk mengembalikan penafsiran Pancasila kepada MPR, sebagaimana diamanatkan dalam sila ke-4 dalam Pancasila," kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi saat penutupan KUII ke-VII di Pangkalpinang, Jumat (29/2) malam.
Oleh karena itu, keberadaan BPIP dalam penafsiran Pancasila tidak diperlukan lagi dan mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membubarkan BPIP tersebut.
"Seluruh peserta KUII VII tahun ini yang berasal berbagai komponen umat Islam di Indonesia, pimpinan Majelis Ulama Indonesia se-Indonesia, pimpinan Ormas-Ormas Islam, Pimpinan organisasi kemahasiswaan kepemudaan (OKP) Islam, pengasuh pondok pesantren dan sekolah Islam, pimpinan perguruan tinggi Islam, dunia usaha, lembaga filantropi Islam, media, pejabat Pemerintah, partai politik, dan para tokoh Islam lainnya sepakat minta Presiden membubarkan BPIP," ujarnya.