Senin 02 Mar 2020 16:16 WIB

BPIP tak Persoalkan Desakan KUII Soal Pembubaran

Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap komunitas yang ada di seluruh Indonesia.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua BPIP, Hariyono.
Foto: Istimewa
Wakil Ketua BPIP, Hariyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Penanaman Ideologi Pancasila (BPIP), Hariyono, tak mempersoalkan desakan pembubaran lembaganya yang datang dari Kongres Umat Islam Indonesia (KUII). Menurut dia, BPIP akan tetap fokus pada tugas dan fungsinya dalam bekerja.

"Itu sah-sah sajalah dalam negara demokrasi. Karena kami sebagai orang BPIP tidak punya kewajiban untuk menjawabnya secara lisan atau verbal. Tapi, kami fokus pada tugas dan fungsi BPIP," ujar Hariyono di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Senin (2/3).

Menurut dia, kebebasan berpendapat merupakan hak setiap komunitas yang ada di seluruh Indonesia, termasuk KUII. BPIP, kata dia, akan terus bekerja dengan maksimal.

Dengan begitu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya menjadi pidato politik, tetapi juga menjadi praktik keseharian yang riil. "Itu haknya setiap komunitas. Tidak hanya forum umat Islam, tapi juga semuanya boleh berpendapat. Negara kita kan negara demokrasi," terangnya.

Hariyono juga tak mempersoalkan dorongan KUII untuk mengembalikan penafsiran Pancasila ke MPR. Ia mengatakan, hal tersebut sah-sah saja. Tapi, ia menilai, pengaktualisasian dan penyosialisasian nilai-nilai Pancasila bukan hanya tugas lembaga legislatif saja.

"Itu tafsirnya pada mereka. Sekarang, MPR itu lembaga eksekutif atau bukan? Gitu aja. Sementara aktualisasi, sosialisasi nilai-nilai Pancasila itu tugasnya eksekutif saja atau legislatif saja?" kata dia.

Sebelumnya, KUII ke-VII di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk membubarkan BPIP, karena keberadaan BPIP tersebut tidak diperlukan lagi.

"Kami mendesak presiden untuk mengembalikan penafsiran Pancasila kepada MPR, sebagaimana diamanatkan dalam sila ke-4 dalam Pancasila," kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi saat penutupan KUII ke-VII di Pangkalpinang, Jumat (29/2) malam.

Oleh karena itu, keberadaan BPIP dalam penafsiran Pancasila tidak diperlukan lagi dan mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membubarkan BPIP tersebut.

"Seluruh peserta KUII VII tahun ini yang berasal berbagai komponen umat Islam di Indonesia, pimpinan Majelis Ulama Indonesia se-Indonesia, pimpinan Ormas-Ormas Islam, Pimpinan organisasi kemahasiswaan kepemudaan (OKP) Islam, pengasuh pondok pesantren dan sekolah Islam, pimpinan perguruan tinggi Islam, dunia usaha, lembaga filantropi Islam, media, pejabat Pemerintah, partai politik, dan para tokoh Islam lainnya sepakat minta Presiden membubarkan BPIP," ujarnya.

Ia mengatakan, KUII ke-VII dimulai 26 - 29 Februari 2020 dan dibuka Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma'ruf Amin juga mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi keterkaitan antara Pancasila dengan agama dan membantu penguatan nilai-nilai agama di dalam Pancasila.

"Kami mendorong pemerintah membantu penguatan nilai-nilai agama di dalam Pancasila untuk menghilangkan fitnah, bahwa peraturan perundang-undangan yang bermuatan agama yang tidak pancasilais," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement