REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Manajemen PT Misool Eco Resort (MER), resor wisata termewah di Raja Ampat dengan kepemilikan asing, mengeluarkan surat edaran melarang operator wisata mengunjungi pesisir pantai dan laut kawasan Pulau Kalig, Pulau Yelit, dan Pulau Daram Misool Selatan. Alasannya, karena ancaman virus corona.
Larangan tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak terutama masyarakat lokal Misool Raja Ampat karena perusahaan tersebut statusnya menyewa pulau. Bukan untuk menguasai pesisir pantai dan laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat lokal turun temurun.
Adam warga Misool Selatan salah satu pelaku usaha Speed Boat trans wisata Misool di Sorong, Ahad (1/3), mengatakan surat edaran bernomor 001/MER/ADD-SP/II/2020 diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2020. Surat dibuat oleh perusahaan dan disebarkan kepada seluruh operator wisata di Raja Ampat terutama masyarakat pemilik homestay di wilayah Misool Selatan.
Dia mengatakan surat edaran tersebut mengagetkan masyarakat setempat terutama pengusaha lokal jasa pariwisata karena perusahaan asing itu statusnya hanya sebagai penyewa pulau. Pengusaha asing dianggap tidak berhak menguasai pesisir pantai dan laut.
"Kehadiran perusahaan tersebut pun tidak membawa dampak bagi kemajuan masyarakat lokal, sehingga kami tidak akan menjalankan edaran tersebut karena ini tanah kami, dan ini negara kami bukan negara asing. Kami minta kepada Presiden Joko Widodo untuk menindaklanjuti edaran tersebut yang membatasi masyarakat di atas tanahnya sendiri," ujarnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Raja Ampat Daerah Pemilihan Misool, Fahmi Macap, yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan virus corona saat ini menjadi perhatian serius Internasional. Sehingga jika ada ketakutan perusahaan wajar saja.
Namun, menurut dia, perlu diingat bahwa wisatawan yang berkunjung ke Misool tidak semua wisatawan asing. Tetapi ada juga wisatawan domestik. Selain itu, pemerintah belum menetapkan Indonesia bahkan Raja Ampat sebagai daerah rawan virus Corona.
Sebab itu, kata dia, perusahaan asing tersebut jangan membatasi ruang gerak wisatawan yang berkunjung ke Misool karena akan berdampak buruk bagi citra pariwisata Misool. Serta akan menimbulkan reaksi dari masyarakat lokal terutama yang bergerak di usaha jasa pariwisata.
"Dalam waktu dekat DPRD Kabupaten Raja Ampat akan melakukan kunjungan kerja dan masalah ini akan menjadi salah satu agenda untuk mengecek langsung kepada pihak perusahaan sejauh mana tingkat kerawanan hingga mereka mengeluarkan edaran tersebut," tambah dia.
Surat edaran perusahaan asing tersebut tentunya tidak seiring dengan apa yang diinginkan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan agar pariwisata Raja Ampat bermanfaat bagi masyarakat lokal.
Dalam kunjungannya di Sorong 27 Februari 2020, Menteri Luhut meminta Gubernur provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan membenahi pengelolaan pariwisata Raja Ampat. Menurut Luhut bahwa Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat lebih banyak pengelola wisata terutama wisata selam adalah orang asing, dan masyarakat lokal menjadi penonton.
Dikatakan hal seperti ini tidak boleh terjadi. Pemerintah Papua Barat harus benahi sehingga pengelola wisata selam di Raja Ampat didominasi oleh masyarakat lokal setempat.
Ia meminta Gubernur agar membuat program dengan target dua atau tiga tahun ke depan 80 persen masyarakat asli Papua dapat mengelola usaha wisata selam di Raja Ampat.