REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Rabu (26/2). Keterangan Evi dibutuhkan untuk melengkapi berkas mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Seusai menjalani pemeriksaan, Evi mengaku hanya melengkapi pemeriksaan sebelumnya. Sebelumnya, KPK juga pernah memanggil Evi pada Januari lalu.
"Lanjutan yang untuk tambahan ya, keterangan tambahan. Jadi, apa yang dimintakan ini lebih kepada pendalaman terkait perolehan suara, dan dengan penetapan calon terpilih," ujar Evi di Gedung KPK Jakarta, Rabu.
Kepada wartawan, Evi menyatakan tak pernah bertemu dengan Harun. "Enggak pernah, enggak pernah," kata dia.
Evi juga menegaskan, tidak pernah berkomunikasi secara langsung dengan Wahyu membahas ihwal penetapan politisi PDIP, Harun Masiku untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. "Enggak ada (komunikasi dengan Wahyu terkait Harun). Kalau terkait itu kan tentu apa yang disampaikan dalam surat saja," tegas Evi.
Saat pemeriksaan, Evi juga mengaku sempat bertemu dan berbincang dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Ya, saya lihat. Ya ngobrol biasa sajalah," kata Evi.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan tiga tersangka lainnya. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.