Rabu 26 Feb 2020 22:17 WIB

Buruh Temui Mahfud Minta RUU Cipta Kerja Didiskusikan Ulang

Sejumlah perwakilan buruh dan serikat buruh menemui Menko Polhukam Mahfud Md.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Aksi Tolak Omnibus Law. Peserta aksi dari Forum Komunikasi Buruh Bersatu (FKBB) menggelar aksi di depan Gedung DPRD, Yogyakarta, Rabu (26/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Aksi Tolak Omnibus Law. Peserta aksi dari Forum Komunikasi Buruh Bersatu (FKBB) menggelar aksi di depan Gedung DPRD, Yogyakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perwakilan dari serikat buruh meminta pemerintah untuk mendiskusikan ulang Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Ada beberapa alasan yang membuat mereka meminta RUU Cipta Kerja didiskusikan ulang, di antaranya terkait hak-hak yang dimiliki buruh.

"Kita minta RUU Cipta Kerja ini didiskusikan ulang. Karena kami merasa proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini tertutup, tidak melibatkan partisipasi publik, dan tergesa-gesa," ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta Pusat, Rabu (26/2).

Baca Juga

Hal itu ia sampaikan saat bertemu dengan Menko Polhukam, Mahfud MD. Said menemui Mahfud bersama perwakilan serikat buruh lainnya, yakni Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI), dan Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI).

Proses pembuatan yang tertutup itu, kata Said, tidak sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo. Menurut Said, Presiden berkeinginan untuk mengundang investor sekaligus juga menjaga kesejahteraan para buruh.

"Presiden (Jokowi) kan juga meminta sebaiknya melibatkan para stakeholder dalam proses pembuatan RUU Cipta Kerja. Kemudian ada public hearing, uji publik, dan jangan ada penumpang gelap," kata dia.

Poin yang diminta untuk didiskusikan ulang ialah bahasan yang mengenai ketenagakerjaan dan hal terkait lainnya. Ada sejumlah hal terkait itu, di antaranya yang menyangkut lingkungan dan hak asasi manusia (HAM). Menurut dia, persoalan analisis dampak lingkungan (Amdal) dan HAM masih berkaitan dengan buruh.

"Ada sembilan alasan, misal kita sampaikan upah minimum hilang, pesangon hilang, jam kerja yang bersifat eksploitatif, outsourcing seumur hidup, kontrak seumur hidup dan lain sebagainya, ada sembilan," jelas dia.

Ia juga mengatakan, serikat-serikat buruh yang ada di Indonesia akan menggelar aksi besar-besaran bersama. Menurut dia, 50 ribu hingga 100 ribu buruh akan bergabung untuk beraksi ketika DPR RI melakukan rapat paripurna untuk RUU tersebut.

"Gabungan serikat buruh itu akan aksi di sidang paripurna pertama sekitar tanggal 23 Maret. Iya (diharapkan) seluruh daerah (di Indonesia hadir) serempak. Tapi enggak ke Jakarta, di daerah masing-masing. Sedangkan Jakarta, Jabar, Banten masuk," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement