REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengkaji tindakan menghapus hasil penyadapan 36 perkara korupsi yang dihentikan pada tahap penyelidikan.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 disebutkan bahwa hasil penyadapan tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang ditangani lembaga antirasuah maka wajib dimusnahkan.
"Mengenai pemusnahan hasil penyadapan hanya ada di UU yang sekarang, UU Nomor 19 Tahun 2019 yang kemudian berlaku pada 27 Oktober 2019. Sedangkan ini yang diberhentikan perkara-perkara lama nih. Ini (hasil penyadapan), jadi kami kaji dulu," Plt Jubir KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (23/2).
Ali mengungkapkan, 36 perkara penyelidikan yang dihentikan oleh KPK merupakan perkara pada 2011, 2013 bahkan 2015. Dengan begitu aturan yang tercantum dalam UU KPK hasil revisi masih dikaji .
"Nah ini kami kaji dulu kan UU tidak berlaku surut, ketentuan ini bisa juga berlaku untuk kasus yang lama terjadi," ucap Ali.
Sehingga, lanjut Ali, hasil penyadapan dari 36 penyelidikan yang dihentikan akan dijadikan rekomendasi sebagai bahan pencegahan tindak pidana korupsi.
"Informasi digunakan sebagai upaya pencegahan, membangun sistem pencegahan informasi dari penyadapan yang kemudian tidak menjadi perkara pada tahap penindakan," ujar Ali.
Beritut Kutipan dari UU KPK hasil revisi:
(2) Hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK wajib dimusnahkan seketika.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.