REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengomentari terkait langkah KPK yang memutuskan untuk menghentikan 36 perkara. Menurutnya, KPK harus transparan menjelaskan ke publik.
"Kan UU hasil revisi memang dapat menghentikan SP3, tetapi pertanyaannya adalah kasus apa saja, artinya KPK juga harus transparan menyampaikan kepada publik ketika dia dapat dihentikan," kata Nasir di Bireuen, Aceh, Sabtu, (22/2).
Alasannya, ini adalah kali pertama KPK menerapkan UU KPK hasil revisi. Sehingga menurutnya, KPK dinilai perlu menjelaskan kasus apa saja yang dihentikan ke publik dan mengungkapkan alasan penghentian kasus tersebut.
"Karena salah satu azas pembentukan KPK itu adalah transparansi keterbukaan. Karena itu sampaikan saja secara terbuka kepada masyarakat Indonesia, kami menghentikan 36 ini karena begini, begini, begini sehingga kemudian tidak ada kecurigaan," jelasnya.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi telah menghentikan 36 perkara atau kasus di tahap penyelidikan. KPK mengklaim, langkah penghentian penyelidikan itu telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK.
Juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan, penghentian perkara di tingkat penyelidikan bukanlah praktik yang baru dilakukan saat ini saja di KPK. Ia mengungkapkan, data 5 tahun terakhir sejak 2016 KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus. "Penghentian tersebut tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab," tegas Ali.