REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya sudah hampir rampung. Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah mengatakan, penyidikan terhadap para tersangka sementara ini sudah pada tahap pemberkasan untuk bahan penuntutan di pengadilan.
Febrie mengatakan, penyidik saat ini tinggal menunggu hasil audit lengkap dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang angka pasti kerugian negara untuk menjadi penebal sangkaan. "Progres pemberkasan penyidikan, rata-rata sudah 85 persen," ujar Febrie di Kejakgung, Jakarta, Jumat (21/2).
Perampungan pemberkasan kata Febrie akan terus dilakukan. Tim penyidik kata Febrie, berusaha kerja cepat merampungkan penyidikan. Ada sektiar 54 tim penyidik di internal Direktorat Pidana Khusus Kejakgung, yang memfokuskan diri dalam penyidikan. Proses penyidikan, berupa pemeriksaan banyak saksi, pun sampai hari ini terus dilakukan.
Terkait kebutuhan angka kerugian negara, sebetulnya Febrie pernah mengungkapkan, hasil penyidikan tim khusus di Kejakgung, sudah melakukan pemeriksaan jutaan transaksi investasi Jiwasraya. Dari hasil pemeriksaan, Febrie mengaku sudah menemukan potensi kerugian negara yang besarnya mencapai Rp 17 triliun. Potensi tersebut, bertambah dari dugaan kerugian negara, yang Kejakgung yakini di angka Rp 13,7 triliun.
Angka Rp 13,7 triliun tersebut, menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam hasil audit investigasi pendahuluan, merupakan besaran gagal bayar Jiwasraya, per September 2018. Angka versi BPK tersebut, auditor negara yakini karena terjadi banyak penyimpangan dalam pengelolaan Jiwasraya sejak 2006 sampai 2018.
BPK pun meyakini, terjadi penyimpangan dalam pengalihan dana asuransi Jiwasraya, ke dalam saham dan reksadana yang berkualitas buruk, dan menyebabkan Jiwasraya mengalami defisit pencadangan keuangan sebesar Rp 27,2 triliun per November 2019. Akan tetapi, BPK baru akan mengumumkan hasil audit investigasi kerugian negara dari kasus Jiwasraya, pada akhir Februari ini.
Ragam pengelolaan dan penyimpangan Jiwasraya itu, Kejakgung yakini sarat dengan korupsi. Belakangan, tim penyidik juga meyakini terjadi TPPU untuk menyamarkan hasil korupsi uang Jiswaraya. Sejak Januari 2020, Kejakgung sudah menahan enam tersangka. Mereka antara lain, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Ketiga tersangka itu dari kalangan pebisnis saham dan konglomerat properti. Adapun tiga tersangka lain, yakni para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dam Syahmirwan.
Keenam tersangka tersebut, dalam rencana dakwaan akan dikenakan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sedangkan Benny dan Heru, Kejakgung juga akan menerapkan sangkaan tambahan dengan Pasal 3, 4, atau 5 UU TPPU 8/2010. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, keenam tersangka tersebut, sampai hari ini masih berada dalam penahanan.