REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA — Pemerintah Kabupaten Purwakarta berupaya meningkatkan minat baca masyarakatnya. Untuk meningkatkan literasi warganya, Pemkab Purwakarta menghadirkan ‘Maranggi’. Maranggi ini bukan nama makanan yang biasa kita kenal menjadi kuliner khas Purwakarta.
Pemkab Purwakarta mengembangkan Maranggi sebagai sebuah inovasi guna meningkatkan minat baca masyarakat. Maranggi menjadi aplikasi dari telepon genggam di bidang perpustakaan.
Layanan perpustakaan berbasis e-book itu diberi nama dengan kuliner khas Purwakarta, Maranggi atau yang jika dipanjangkan berarti Maca Rame-rame Ngangge Digital. Layanan ini, merupakan pengembangan lain dari layanan perpustakaan berbasis teknologi yang sebelumnya diluncurkan pemerintah.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Purwakarta, Mohamad Ramdhan, menuturkan, layanan Maranggi ini sengaja diluncurkan untuk memudahkan layanan perpustakaan. Karena, dengan layanan ini, masyrakat terutama pelajar bisa mengakses buku bacaan melalui telepon seluler.
“Saat ini, membaca buku di perpustakaan daerah juga bisa dilakukan melalui smartphone,” ujar Ramdhan dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (20/2).
Ramdhan menjelaskan, layanan Maranggi ini merupakan pengembangan dari layanan perpustakaan digital yang diluncurkan sebelumnya. Untuk mengakses layanan ini cukup mudah, masyarakat hanya tinggal mengunduh aplikasi E-Perpusda di smart phone.
“Untuk saat ini, layanan tersebut sudah bisa akses,” jelas dia.
Sementara itu, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika menambahkan, pihaknya cukup prihatin, karena seiiring berkembangnya teknologi penggemar baca buku pun semakin berkurang. Bahkan, menurut dia, saat ini budaya membaca nyaris dilupakan oleh generasi muda.
Hal itu dibenarkan jika melihat data yang dirilis United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Hal mana, minat baca masyarakat di Indonesia saat ini hanya di angka 0,001 persen. Angka tersebut, ternyata tak jauh beda dengan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) di 2012 lalu, yang menunjukan bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi.
Mungkin, saat ini yang cenderung lebih diperhatikan, yakni tayangan televisi, sosial media dan permainan elektronik digital lainnya. Apalagi, saat ini sedang trend fasilitas-fasilitas hiburan yang menggunakan jaringan internet.
Hal itu juga yang mendasari pihaknya untuk terus membuat program sebagai bagian dari upaya melestarikan dan meningkatkan budaya baca di masyarakat. Salah satunya, dengan memaksimalkan peran perpustakaan daerah (Perpusda).
“Spirit literasi masyarakat perlu ditingkatkan kembali,” ujar Anne.
Anne menuturkan, penataan perpustakaan daerah kali ini dibuat dengan tema kekinian. Yakni mengusung konsep digital berbasis aplikasi. Jadi, perpustakaan tersebut dibuat dengan sistem digital (e-book), namun tetap tidak mengesampingkan buku konvesional.
“Saat ini di Perpusda telah tersedia dua tampilan. Yakni, buku yang ada bentuk fisiknya (konvensional). Serta, buku yang bisa diakses secara digital, baik melalui telepon selular, laptop ataupun komputer (e-book),” tambah dia.