Kamis 20 Feb 2020 06:16 WIB

Pemerintah Harus Siapkan Mitigasi Pemulangan Anak Eks ISIS

Anak yang mengikuti pelatihan paramiliter akan sangat rentan mengalami perdagangan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Eks ISIS. Pemerintah harus menyiapkan mitigasi risiko pemulangan anak-anak eks ISIS.
Foto: Republika
Eks ISIS. Pemerintah harus menyiapkan mitigasi risiko pemulangan anak-anak eks ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Ruby Kholifah menyampaikan pentingnya mengkaji risiko yang kemungkinan terjadi sebagai konsekuensi atas pemulangan anak dari WNI yang terlibat ISIS. Persiapan langkah mitigasi risiko melalui institusi pemerintah dan non-pemerintah pun harus segera dilakukan.

Ruby menjelaskan, Working Group on Women and P/CVE (WGWC) dan AMAN Indonesia telah menganalisa risiko keputusan pemerintah dan menentukan tindakan mitigasinya. Termasuk dalam merespons rencana pemulangan kelompok rentan yaitu anak-anak dan perempuan. "Ada banyak risiko yang rentan diterima oleh anak-anak simpatisan ISIS ini," kata dia dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (19/2).

Baca Juga

Menurut Ruby, anak yang mengikuti pelatihan paramiliter akan sangat rentan mengalami perdagangan manusia. Misalnya dijual untuk dinikahkan dengan kombatan.

Selanjutnya, doktrin kekerasan yang dilakukan pada anak-anak pada masa pertumbuhan bisa menginternalisasi ke dalam karakter anak-anak. "Bagaimana dengan kondisi anak yang sudah tidak memiliki orangtua. Lalu bagaimana dengan rehabilitasi untuk anak-anak tersebut," tambahnya.

Ruby mengatakan, 24 lembaga yang tergabung dalam WGWC merekomendasikan hal-hal yang harus pemerintah ambil dalam penanganan WNI eks ISIS. Pertama, Densus dan Satgas FTF melakukan pendataan terhadap WNI eks ISIS di pengungsian Suriah dengan mempertimbangkan kedalaman informasi. Misalnya pemilihan jenis kelamin, usia, provinsi, kelengkapan keluarga, motivasi ke Suriah, keterlibatan selama di Suriah, dan keberadaan keluarga di Indonesia.

Kedua, lanjut Ruby, Unit Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial harus meningkatkan kualitas layanan rehabilitasi sosial melalui kelengkapan regulasi yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan reintegrasi dari hulu ke hilir. Termasuk, peningkatan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, dan fasilitas rehabsos yang memadai.

Ketiga, kata Ruby, Pihak Dirjen Lapasjuga harus memastikan regulasi dan layanan Lapas itu memadai dengan mempertimbangkan sangat serius tentang kapasitas orang dalam penjara. Kemudian, memastikan SOP pengelolaan Lapas memiliki perspektif gender dan mengadopsi prinsip-prinsip HAM.

Keempat, Kemenkopolhukam juga perlu melakukan koordinasi wilayah perbatasan dengan negara-negara lain untuk memperketat keamanan di perbatasan. Yakni, memberikan perhatian khusus pada gelombang balik buruh migran dari negara-negara Timur Tengah yang berpotensi disusupi.

Kelima, lembaga lain seperti BNPT mesti memastikan proses pemulangan kelompok rentan (perempuan dan anak-anak) yang telah lulus uji dengan bertahan dan menghindari ekspose media. Hal ini untuk menjaga perlindungan anak-anak dan masa depan mereka.

Terakhir, Kementerian Hukum dan HAM memastikan agenda penegakan hukum yang fair dan adil terhadap mereka yang berafiliasi dengan ISIS. "Selain itu, memberi efek jera, memperbaiki sistem Lapas, membuka peluang diberlakukan restorative justice untuk kasus anak-anak, serta sedemikian rupa menghindari impunitas," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement