Selasa 18 Feb 2020 15:14 WIB

Bahaya yang Mengancam dari Skull Breaker Challenge TikTok

Dokter mengingatkan skull breaker challenge harus dilarang keras.

Munculnya Skull Breaker Challeng di TikTok harus diwaspadai karena bisa berujung kematian.
Foto: ist
Munculnya Skull Breaker Challeng di TikTok harus diwaspadai karena bisa berujung kematian.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Farah Noersativa, Antara

Tantangan skull breaker yang viral di media sosial TikTok telah menyebabkan banyak cedera fatal di kalangan remaja. Bahkan di Brazil, seorang remaja meninggal dunia akibat melakukan tantangan ini.

Baca Juga

Tantangan ini melibatkan tiga orang, dengan orang di tengah yang melompat. Awalnya dua orang yang di kanan dan kiri akan melompat. Kemudian saat yang di tengah melompat, kedua rekannya di kanan dan kiri akan menjegal kakinya hingga orang bersangkutan terjatuh. Beberapa tantangan di TikTok yang dilakukan oleh para remaja di luar negeri nyatanya mengakibatkan berbagau cedera fatal.

Menurut ahli ortopedi dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT, tantangan seperti ini harus dihindari dan dilarang keras. Ia juga menegaskan perlu ancaman hukuman kepada anak-anak sekolah dan remaja jika itu dilakukan, karena ini permainan yang sangat berbahaya.

"Ini bukan bahaya lagi, fatal bisa menyebabkan kematian dan kecacatan, kelumpuhan akibat cedera tulang belakang," ujar dr. Moh. Adib Khumaidi kepada Republika.co.id, Selasa (18/2).

Beberapa hal yang akan terjadi saat melakukan tantangan ini seluruhnya merupakan cedera fatal. Dr. Adib menjelaskan, posisi terjatuh pada permainan ini bisa mengakibatkan terjadi benturan pada kepala dan leher. Ini bisa mengakibatkan efek terjadinya perdarahan di otak.

"Leher bisa terjadi cedera vertebra cervical yang dapat mengakibatkan kelumpuhan otot pernapasan dan mengakibatkan kematian karena gagal napas," jelasnya.

Cedera lainnya, yakni benturan di punggung yang bisa mengakibatkan fraktur pada vertebra thorakal, lumbal dan cedera medulla spinalis, sehingga bisa mengakibatkan kelumpuhan.

Selain itu, dr. Adib menambahkan, mekanisme cedera atau posisi jatuh serta energi saat terjatuh juga dapat menyebabkan patah tulang tangan dan kaki.

Beberapa waktu lalu di Alabama, AS, seorang anak berusia dua belas tahun mengalami patah tulang pergelangan tangan saat berusaha menahan jatuh akibat skull breaking challenge. Remaja putri di Brazil harus kehilangan nyawanya usai melakukan tantangan ini.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mewaspadai tantangan alias challenge berbahaya yang belakangan beredar di platform video berdurasi 15 detik, Tiktok. Kemenkominfo telah melakukan patroli siber terkait Tiktok challenge tersebut.

"Kami sudah patroli siber menggunakan mesin AIS kami. Untuk Tiktok di Indonesia tidak ada satupun, kebanyakan konten challenge berbahaya seperti itu ada di Amerika Selatan," ujar Plt. Kepala Biro humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, saat dihubungi Antara, di Jakarta, Senin (17/2).

"Kami kemarin juga sudah berkoordinasi dengan pihak Tiktok untuk tetap terus memantau dan mengawasi hashtag atau konten challenge berbahaya tersebut," lanjut pria yang akrab disapa Nando itu.

Kemenkominfo mengimbau warganet untuk tidak melakukan tantangan berbahaya tersebut. "Main TikTok yang having fun saja, tidak ada isu pemblokiran, jangan membahayakan diri sendiri, banyak hal yang menghibur yang dapat dilakukan di Tiktok, seperti menari dan menyanyi," kata Nando.

Hal senada juga disampaikan Tiktok Indonesia, yang melarang para pengguna platform tersebut untuk mengikuti tantangan berbahaya itu. "Seperti yang tertera jelas di Panduan Komunitas, kami tidak memperbolehkan, mempromosikan, atau mendukung tantangan berbahaya yang dapat mengakibatkan cedera," ujar Head of Users and Content Operations Tiktok Indonesia, Angga Anugrah Putra, dalam pernyataan tertulis.

"Keselamatan dan keamanan pengguna merupakan prioritas utama di Tiktok," Angga menambahkan.

Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana mengatakan setidaknya ada dua dampak negatif penggunaan media sosial berlebih. “Pertama adalah produktifitas menurun. Contohnya yang paling sederhana adalah gangguan tidur,” ujar Vera, beberapa waktu lalu.

Vera menuturkan banyak kliennya yang merupakan anak-anak remaja dan usia dewasa mudah datang kepadanya dengan keluhan konsentrasi menurun. Menurunnya konsentrasi menyebabkan nilai pelajaran merosot. Setelah ditelusuri, ternyata penyebabnya adalah kurang tidur.

Vera pun menelusuri lebih lanjut penyebab remaja dan orang usia dewasa awal bisa terganggu tidurnya. Ternyata, kebanyakan dari mereka terlalu lama dan berlebihan dalam bermain media sosial.

Dampak negatif kedua yang bisa muncul adalah dari sisi kesehatan mental. Menurut Vera, orang-orang di usia remaja hingga dewasa muda merupakan orang-orang yang mulai membangun diri. Mereka memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain atau melakukan pembandingan sosial.

Ketika hal itu muncul tanpa diiringi kesehatan mental yang baik maka bisa berimbas pada masalah yang lebih serius. Kesehatan mental akan terganggu dengan ciri-ciri mengalami tertekan dan kepercayaan diri yang menurun.

Adanya dampak negatif itu bukan berarti membuat kita berhenti bermedia sosial. Masih ada dampak positif adanya media sosial yang bisa dipetik dan bisa dikelola dengan baik.

“Misalnya bisa dimanfaatkan untuk mengunggah konten yang menginspirasi, lalu mengunggah cerita-cerita yang menginspirasi. Media sosial juga bisa memungkinkan untuk membuka lingkungan yang baru dan komunitas yang baru,” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement