REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Nasyiatul Aisyiyah mengapresiasi Gerakan Menutup Aurat (Gemar) yang konsisten diselenggarakan setiap tahun. Gemar merupakan gerakan bersama komunitas-komunitas yang ingin turut serta kampanye mengajak Muslimah mengenakan jilbab.
Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini mengatakan, belum terlalu paham dengan Gemar tapi mendengar gerakannya cukup konsisten. Gemar adalah ajakan yang bagus untuk memberikan edukasi tentang jilbab kepada Muslimah.
"Seperti kita tahu menutup aurat bagi Muslimah sudah diatur dalam Alquran, selain sebagai identitas, jilbab juga bentuk ketaatan dan penjagaan diri," kata Diyah kepada Republika, Senin (17/2).
Tapi dia mengingatkan bahwa ada yang perlu diperhatikan karena memakai jilbab tidak bisa dipaksakan. Selain itu banyak multitafsir pemahaman tentang jilbab. Jadi sekalipun berjilbab itu wajib, jangan terkesan memaksa karena memakai jilbab adalah kesadaran dan hak masing-masing individu.
Meski demikian, Nasyiatul Aisyiyah menyambut baik adanya Gemar. Menurutnya komunitas-komunitas perlu menggandeng ormas-ormas Islam agar Gemar semakin menjadi gerakan yang masif.
"Jilbab juga salah satu simbol kebebasan, kebebasan menjalankan agama dan kebebasan untuk mendapatkan pengakuan bahwa perempuan berjilbab tidak dibatasi ruang geraknya," ujarnya.
Apakah Gemar akan efektif menjadi alternatif atau tandingan budaya perayaan Valentine Day di kalangan remaja, menurut Diyah secara tidak langsung bisa saja. Namun kembali ke esensi Gemar ini apa.
Sebab, menurut dia, Gemar dan valentine day adalah dua hal yang berbeda. Valentine day bisa saja dialihkan dengan gerakan yang lebih afektif semacam merayakan kasih sayang kepada keluarga dan masih banyak lagi gerakan lainnya.
Aksi Gemar digelar di 55 titik di Indonesia selama Februari-Maret 2020 oleh komunitas-komunitas Muslimah. Format aksinya berupa longmarch, bagi-bagi jilbab gratis, talkshow, edukasi tentang jilbab, orasi kebangsaan dan kebudayaan terkait jilbab.