Ahad 16 Feb 2020 17:01 WIB

Serikat: RUU Ciptaker Permudah Investasi, Miskinkan Pekerja

Pemerintah dinilai berupaya menghilangkan hak-hak pekerja melalui RUU Ciptaker.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law. Buruh menilai pemerintah terkesan mengutamakan investor dan mengesampingkan nasib para pekerja.
Foto: Republika/Prayogi
[Ilustrasi] Buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law. Buruh menilai pemerintah terkesan mengutamakan investor dan mengesampingkan nasib para pekerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah serikat pekerja menilai pemerintah terkesan mengutamakan investor dan mengesampingkan nasib para pekerja. Upaya-upaya keras pemerintah untuk mendatangkan investasi justru bakal mengorbankan kesejahteraan atau memiskinkan pekerja lewat Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.  

Sekretaris Jenderal Aspek Indonesia Sabda Pranawa Djati, mengatakan, para serikat pekerja tidak anti dengan masuknya investasi, baik dari dalam negeri maupun asing. Namun, ia mengatakan, upaya mendatangkan investasi dengan mendegradasikan hak-hak pekerja akan memicu penolakan besar-besaran.

Baca Juga

"Lantas, kenapa harus ada investasi kalau mempersulit rakyat? Ini yang kita tolak. Silakan undang investor, tapi jangan rugikan pekerja," kata Sabda dalam Konferensi Pers di Jakarta, Ahad (16/2). 

Sejak awal isu RUU Cipta Kerja berembus, Sabda mengatakan, serikat telah menduga akan banyak upaya pemerintah menghilangkan hak-hak pekerja yang selama ini diperjuangkan. Setelah melihat dan mengkaji salindan draf RUU Cipta Kerja, dugaan tersebut terbukti. 

"Intinya pemerintah telah melakukan pembohongan massal ke publik," katanya. 

Sebagaimana diketahui, duduk persoalan RUU Cipta Kerja, yakni soal ketidakpastian adanya upah minimum pekerja, pemutusan hubungan kerja yang bisa dilakukan sepihak tanpa hukum yang jelas, pesangon yang tidak jelas, serta tenaga kerja yang bisa dikontrak seumur hidup. 

Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, kekisruhan RUU Cipta Kerja yang merupakan wujud dari kebijakan omnibus law bersumber dari kepala negara. Rusdi menyangkan sikap presiden yang enggan mengundang buruh dalam kebijakan tersebut. 

Menurut dia, semestinya sejak awal para serikat pekerja diundang agar ada kesamaan pandangan. "Pemerintah mau apa, buruh mau apa. Kita sama-sama sampaikan masalahnya dan cari solusi. Selama ini tidak pernah. Kami menanyakan komitmen presiden," ujarnya. 

Rusdi pun menegaskan pemerintah seolah lebih mementingkan para pengusaha. Pemerintah akan memperbanyak investor abal-abal yang hanya ingin membayar murah para pekerja di Indonesia.

Menurutnya, kondisi itu lambat laun akan merusak iklim persaingan usaha yang sehat dan objektif antar pengusaha. "Ini akan menghancurkan industri-industri di Indonesia," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement