REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memutuskan peristiwa Paniai 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat. Hal itu diputuskan melalui Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM.
"Setelah melakukan pembahasan mendalam di sidang paripurna peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014, secara aklamasi kami putuskan sebagai peristiwa pelangaran HAM berat," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, melalui keterangan pers, Ahad (16/2).
Ia menjelaskan, pada tanggal tersebut terjadi peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Pada kejadian yang sama terdapat 21 orang yang mengalami luka penganiayaan.
"Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut," kata dia.
Keputusan paripurna khusus itu berdasarkan hasil penyelidikan oleh tim ad hoc penyelidikan pelanggaran berat HAM peristiwa Paniai. Tim tersebut bekerja selama lima thaun dari 2015 hingga 2020. Tim tersebut diketuai komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.
Choirul menjelaskan, peristiwa tersebut memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan dengan adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan. Selain itu, dalam kerangka kejahatan kemanusiaan, hal tersebut dilakukan secara sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil.
Tim telah melakukan kerja penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap 26 saksi, meninjau dan memeriksa tempat kejadian perkara di Enarotali Kabupaten Paniai, dan pemeriksaan berbagai dokumen. Selain itu, tim juga melakukan diskusi dengan ahli dan memeriksa berbagai informasi yang menunjang pengungkapan peristiwa tersebut.
"Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut disimpulkan, anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab," kata dia.