Jumat 14 Feb 2020 19:45 WIB

Bareskrim Ungkap Kasus 'Wisata Seks Halal' di Puncak

Modus pelaku dengan cara menawarkan sistem kawin kontrak antara pelanggan dan PSK.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KKP, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (7/2).
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KKP, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap kasus kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus kawin kontrak dan memesan pekerja seks komersial (PSK) yang dilakukan oleh salah satu warga negara asing (WNA) dari Arab Saudi. Polri mengaku penyelidikan hal tersebut berawal dari salah satu media sosial Youtube.

“Jadi, kasus ini berawal dari adanya video di Youtube. Video di Youtube itu isinya dengan bahasa Inggris ya. Kemudian, di dalam video tersebut disebutkan di daerah Puncak, Jawa Barat itu ada wisata seks halal. Berita ini tersebar sampai ke negara lain atau internasional. Video itu sudah dilihat dari berbagai negara dan berbagi orang. Di video tersebut disebutkan ada testimoni pelaku dan korban,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/2).

Kemudian, ia melanjutkan saat ini ada lima tersangka yang diamankan yaitu Oom Komariah (OK) alias Rahma, Nunung Nurhayati (NN), H. Saleh (HS), Devi Okta Renaldi (DOR), dan Almasod Abdul Alaziz Alim (AAAA) alias Ali. Lalu, terdapat 11 korban yang diperdagangkan. Saat ini sudah dititipkan di panti rehabilitasi untuk dilakukan pembinaan.

Ia menjelaskan masing-masing peran tersangka yaitu dengan inisial NN ini berperan sebagai penyedia perempuan yang akan dipesan. Kemudian, ada tersangka berinisial OK yang juga sama perannya sebagai penyedia perempuan yang akan dipesan WNA.

“Lalu, HS sebagai penyedia laki-laki dari WNA. Kalau DOR sebagai penyedia transportasi yang membawa perempuan tersebut ke WNA. Dan inisial AAAA ini adalah WNA dari Arab Saudi yang memesan,” kata dia.

Sementara itu, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo mengatakan rata-rata usia wanita PSK tersebut sekitar 25 sampai 30 tahun. Pihaknya menyita beberapa barang bukti mulai dari uang dan telepon seluler yang digunakan sebagai alat komunikasi dalam transaksi prostitusi tersebut. Ia mengaku kasus seperti ini sudah lama sejak 2015.

“Wisata seks halal ini sudah lama sejak 2015. Kami telusuri dan melakukan penyelidikan di Puncak. Kemudian, terungkaplah jaringan dimana dari hasil penyelidikan tersebut. Kami menangkap lima tersangka termasuk penggunanya yaitu WNA dari Arab Saudi di salah satu hotel di Puncak, Jawa Barat,” kata dia.

Argo menambahkan, modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka yaitu WNA memesan PSK dengan dua modus yaitu kawin kontrak atau memesan PSK dalam jangka waktu pendek dan panjang. Untuk memesan PSK dalam waktu satu sampai tiga jam itu Rp 500 ribu per orang. Sedangkan kawin kontrak selama tiga hari Rp 5 juta dan kalau tujuh hari Rp 10 juta.

“Ya itu mereka hidup bersama dan dinikahkan. Setelah selesai, mereka kembali ke negaranya masing-masing. Selanjutnya mucikari atau penyedia wanita ini kemudian mendapat 40 persen dari harga yang sudah disepakati oleh para pihak,” kata dia.

Ia mengaku kasus ini akan menjadi konsentrasi pihak kepolisian ke depannya. Sebab, pihaknya tidak mau hal tersebut terjadi lagi.

“Isu ini cukup marak di dunia internasional terkait dengan wisata seks halal di puncak. Kami harus bersama-sama tuntaskan kasus ini. Sehingga lokasi Puncak bisa menjadi wisata yang bagus dan menarik. Bukan dengan kegiatan-kegiatan ataupun perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan hukum di lokasi tersebut,” kata dia.

Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO. Kelima tersangka pun terancam hukuman tiga sampai 15 tahun penjara dan denda Rp 120 juta hingga Rp 600 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement