REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum dan Administrasi Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Dr Johanes Tuba Helan SH MHum mengatakan pemerintah tidak melanggar kebebasan warga negara Indonesia (WNI) eks anggota ISIS untuk berekspresi. Pemerintah punya hak tidak menerima WNI yang dianggap bisa merugikan negara.
"Menurut saya, penolakan pemerintah terhadap kepulangan WNI eks ISIS, tidak melanggar kebebasan mereka yang selama ini memperjuangkan ideologinya. Tetapi pemerintah juga punya hak untuk tidak menerima mereka kembali," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Jumat (14/2).
Dia mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan keputusan untuk melarang masuknya warga negara Indonesia eks ISIS masuk ke Indonesia, dan apakah melanggar kebebasan berekspresi bagi sekelompok orang yang telah salah dalam memperjuangkan ideologinya.
Menurut dia, sikap pemerintah tersebut merupakan langkah yang tepat dan patut diacungi jempol. Karena mereka sendiri telah memilih keluar dari Indonesia dan mau bergabung dengan negara lain.
Apalagi, lanjutnya, setelah memilih menjadi anggota ISIS, secara otomatis sudah tidak mengakui Negara Indonesia sebagai negaranya, yang dibuktikan dengan merobek paspor mereka. "WNI yang menjadi anggota ISIS, sudah tidak mengakui Negara Indonesia sebagai negaranya, maka sikap pemerintah untuk tidak menerima kembali mereka merupakan langkah yang patut diacungi jempol," katanya.
Dia menambahkan anggota ISIS telah dilatih untuk menciptakan kekacauan dalam suatu negara. Bahkan berlatih membunuh orang yang tidak bersalah sekalipun.
"Mereka itu dilatih untuk membuat kekacauan dan membunuh orang. Kalau mereka pulang akan sangat mengganggu keamanan warga negara Indonesia yang setiap pada NKRI," katanya.
Karena itu, keputusan pemerintah harus dipandang sebagai keputusan yang tepat, untuk melindungi sekitar 270 juta penduduk Indonesia yang tetap setiap pada Pancasila dan NKRI, katanya.