Kamis 13 Feb 2020 10:16 WIB

Jatim Matangkan Metode Tabur Benih Atasi Hutan Kritis

Tingkat keberhasilan tabur benih dari udara tersebut berada di bawah 10 persen.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kanan), bersama Kepala BPBD Provinsi Jawa Timur Suban Wahyudiono (kanan), Dandim 0822 Bondowoso Letkol Inf Jadi (kedua kiri), meninjau lokasi banjir bandang di Desa Kalisat, Ijen, Bondowoso, Jawa Timur beberapa waktu lalu..
Foto: Antara/Seno
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kanan), bersama Kepala BPBD Provinsi Jawa Timur Suban Wahyudiono (kanan), Dandim 0822 Bondowoso Letkol Inf Jadi (kedua kiri), meninjau lokasi banjir bandang di Desa Kalisat, Ijen, Bondowoso, Jawa Timur beberapa waktu lalu..

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Banjir bandang yang menerjang Bondowoso dan Jember beberapa waktu lalu, disebut-sebut karena faktor kebakaran hutan yang melanda beberapa gunung di Jatim, pada 2019. Dampaknya, lahan menjadi kritis dan tidak dapat menangkap aliran air saat hujan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas lahan yang terbakar di Jawa Timur sepanjang 2019 mencapai 23.655 hektare. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun menyiapkan upaya tabur benih dari udara untuk mengatasi lahan kritis tersebut.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Jawa Timur Dewi Putriatni mengaku, hingga kini masih menyiapkan tabur benih itu dengan matang. Langkah penting yang dilakukan adalah menyiapkan tim teknis. Tim yang dibentuk nantinya akan menyesuaikan penerapan tabur biji dengan peta lahan kritis.

Karena, kata dia, upaya tersebut juga harus mengacu pada peta zonasi benih yang berisi tentang benih apa saja yang sesuai untuk zona tertentu. "Memang tidak bisa sembarangan. Jadi zonasi tertentu itu cocok untuk benih apa? Semua ada di peta zonasi itu," ujar Dewi di Surabaya, Kamis (13/2).

Dishut Jatim, kata Dewi, tengah mengelompokkan jenis tamaman sesuai kemampuan tumbuh diketinggian. Benih buni dan beringin misalnya yang mampu tumbuh di ketinggian 0-1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kemudian Makadamia yang bisa tumbuh di atas 0-1.100 mdpl, serta asam yang mampu bertahan pada 0-1.500 mdpl. 

"Semua tumbuhan itu perlu disemai terlebih dulu. Sebelum disemaikan, bijinya harus direndam air panas dulu, didinginkan, direndam lagi, didinginkan lagi, sampai cangkangnya pecah. Kalau cangkangnya pecah baru bisa disemai," kata Dewi.

Proses lain yang perlu dilewati adalah menguji daya kecambah masing-masing benih yang akan disemai. Karena, setiap benih memiliki daya daya kecambah atau ketahanan terhadap air dan sebagainya, yang berbeda. Artinya, harus ada standar yang diikuti agar upaya yang dilakukan tidak sia-sia.

"Itu harus diuji di lab, dan harus ada SNI yang diikuti. Supaya nanti ketika disemai, hasilnya bisa maksimal dan tidak sia-sia. Apalagi harga benih Makadamia itu relatif mahal," kata Dewi.

Dewi menegaskan, kecermatan perlakuan sebelum ditabur menjadi penting, untuk meningkatkan keberhasilan upaya tabur benih dari udara. Mengingat tingkat keberhasilan tabur benih dari udara tersebut berada di bawah 10 persen. 

Dewi mengingatkan, benih yang disebar sangat memungkinkan tidak sesuai tempat tumbuh, dimakan satwa, hanyut terbawa air, tidak mencapai tanah dan sebagainya.  "Belum lagi ongkos pesawat untuk menyebar benih yang mahal. Sebab itu harus dilakukan dengan cermat. Jadi harus hati-hati dalam menerapkan ini," ujar Dewi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement