Kamis 13 Feb 2020 01:34 WIB

Penyitaan Aset Kasus Jiwasraya untuk Tutup Kerugian Negara

Kejakgung mengatakan penyitaan aset tersangka Jiwasraya untuk tutup kerugian negara.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah kendaraan barang bukti sitaan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya terpakir di Gedung Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (17/1).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah kendaraan barang bukti sitaan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya terpakir di Gedung Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan untuk mengembalikan kerugian negara dan dana nasabah, lewat penyitaan beragam aset milik para tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febri Adriansyah mengatakan, aset-aset yang disita tersebut, nantinya akan diajukan ke pengadilan untuk menjadi barang bukti, dan rampasan negara.

Febri mengatakan, penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya, berjalaan bersamaan dengan pelacakan aset, dan penyitaan. Penyidikan, juga mendalami adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan beberapa tersangka dari hasil korupsi pengalihan dana Jiwasraya.

Baca Juga

"Penyidikan ini tidak cuma untuk membuktikan perkara utama yang sekarang disidik (korupsi dan TPPU)," ujar Febri, di Kejakgung, Rabu (12/2).

Akan tetapi, kata Febri menerangkan, penyidik juga mengupayakan proses hukum yang dapat mengembalikan kerugian negara dan dana nasabah Jiwasraya. "Penyidik bekerja keras untuk (penyitaan) aset-aset ini. Mudah-mudahan ini (aset-aset dari hasil korupsi dan TPPU) dapat terus dikejar, sehingga kerugiannya (negara dan dana nasabah) dapat ditutupi. Ini yang juga menjadi kepentingan penyidikan Jiwasraya," jelasnya.

Namun, sampai hari ini, Febri mengaku belum ada pengitungan nilai aset yang sudah disita. Hitungan nilai aset, baru dapat dilakukan setelah pengadilan resmi menetapkan barang sitaan menjadi rampasan negara. Pun itu, terang Febri, kewenangannya bukan di Kejakgung. Melainkan, akan melibatkan tim appraisal, atau kantor penaksir dan penilai harga aset sitaan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kerugian negara dari dugaan korupsi Jiwasraya, sampai saat ini memang belum dipastikan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berjanji untuk merampungkan audit investigasi terkait kerugian negara dari dugaan korupsi Jiwasraya. Akan tetapi, BPK dalam audit pendahuluan, bulan lalu, sudah memaparkan kondisi keuangan Jiwasraya yang mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun pada September 2018. Pun perusahaan asuransi milik BUMN tersebut, mengalami defisit pencadangan keuangan mencapai Rp 27,2 triliun per November 2019.

Jumlah gagal bayar, dan defisit keuangan tersebut, menjadi acuan bagi Kejakgung untuk menakar potensi kerugian negara. Kejakgung meyakini, kondisi Jiwasraya itu, disebabkan karena dugaan korupsi, dan TPPU. Karena itu, Kejakgung, pun sudah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya adalah pebisnis yang menikmati pengalihan dana Jiwasraya ke dalam saham dan reksadana.

Mereka antara lain, tersangka Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Dari tiga tersangka tersebut, sejumlah penyitaan aset sudah dilakukan. Dari Benny Tjokro, sebanyak 93 unit apartemen di Tower South Hills, Jakarta Selatan (Jaksel), sudah dalam status sita.

Penyidik juga melakukan blokir terhadap 156 titik tanah milik Benny Tjokro di Lebak, dan Tangerang, Banten. Di Parung Panjang, enam titik aset tak bergerak juga dalam status blokir. Termasuk di antaranya komplek perumahan, Millenium City seluas 20 hektare, dan Forrest Hills City seluas 60 hektare, serta hamparan lahan 10 hektare untuk pembangunan perumahan.

Sedangkan dari tersangka Heru Hidayat, Kejaksaan menyita satu perusahaan tambah PT Gunung Bara Utama (GBU) di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim). Adapun milik Joko Tirto, penyidik masih melacak sejumlah aset yang dapat disita. Selain tiga pebisnis tersebut, Kejakgung juga sudah menetapkan tiga tersangka dari kalangan mantan petinggi Jiwasraya. Yakni, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Rumah tinggal Syahmirwan, juga sudah dalam status sita.

Sementara ini, enam tersangka tersebut, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor 20/2001. Namun dua tersangka, Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, Kejakgung juga menjerat keduanya dengan UU TPPU 8/2010. Kejakgung meyakini, dua tersangka tersebut yang teridentifikasi sebagai Komisaris PT Hanson Internasional (MYRX), dan Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM), melakukan TPPU dari hasil korupsi dana pengalihan asuransi Jiwasraya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement