Rabu 12 Feb 2020 15:56 WIB

Demo Buruh Iringi Penyerahan Draf Omnibus Law ke DPR

Draf Omnibus Law diserahkan pemerintah ke DPR dengan nama RUU Cipta Kerja.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Ribuan buruh dari KSPSI melakukan unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen RI, Jalan Gatot Subroto di hari yang sama Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja pada Rabu (12/2).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Ribuan buruh dari KSPSI melakukan unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen RI, Jalan Gatot Subroto di hari yang sama Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja pada Rabu (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan buruh dan pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar unjuk rasa terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Kompleks DPR/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada Rabu (12/2). Demo tersebut berbarengan dengan penyerahan draf RUU Cipta Kerja oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Draf itu resmi diserahkan ke Sekretariat Jenderal DPR RI dengan nama RUU Cipta Kerja, berbeda dari yang disampaikan Presiden Joko Widodo sebelumnya, yakni Cipta Lapangan Kerja.  Massa mengawali aksinya dari Pintu 10 Gelora Bung Karno, dengan menggelar long march melewati Jalan Gerbang Pemuda, lalu masuk ke Jalan Gatot Subroto untuk kemudian menuju depan pintu gerbang DPR menggelar orasi. Mereka menggelar orasi terkait kekhawatiran terkait konten RUU Cipta Lapangan Kerja.

Baca Juga

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea kemudian diterima untuk menemui Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel dan Pimpinan dan Anggota Komisi IX (Ketenagakerjaan). Buruh menuntut agar mereka turut dilibatkan nantinya dalam membahas RUU Cipta Kerja tersebut.

Di hadapan Gobel dan Komisi IX, Andi Gani menyampaikan adanya keanehan dari penyusunan Omnibus Law ini. Menurut dia, selama ini buruh tidak mengetahui seperti apa proses pembuatan RUU Cipta Kerja di lingkungan pemerintah.

Keanehan ini, kata Andi, ditandai dari KSPSI yang tidak pernah mendapatkan draf. Padahal, KSPSI menjadi organisasi buruh dalam pemilu.

"Karena dari awal seperti ada yang disembunyikan, seluruh konfederasi buruh bertanya kepada saya, 'Anda konfederasi buruh pendukung presiden kok enggak punya draf? akhirnya bertanya-tanya ada apa dengan rancangan ini?" kata Andi Gani.

"Yang paling sedih buat kami, ketika KSPSI sebagai pendukung presiden turun ke jalan ini ada sesyatu yang salah. Kerena kami juga bingung ini peraturannya mau di mana dan untuk siapa," ujarnya melanjutkan.

Perwakilan buruh yang juga Wakil KSPSI, Abdullah menyebut sembilan poin kekhawatiran yang sensitif dan fundamental Bagi kalangan pekerja. Poin-poin itu yakni perubahan jam kerja, sistem kerja, kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, dan pesangon. Kemudian, poin yang mengkhawatirkan berikutnya terkait tenaga kerja asing, liberalisasi berbagai sistem kerja yang tadinya long life menjadi flexible employment, lalu menyangkut jaminan sosial.

"Jadi kami berharap banyak kalau DPR RI sudah memiliki rancangan undang-undang untuk diberikan kopinya dengan harapan kami bisa pelajari bersama apa undang-undang ini pro terhadap kepentingan kaum pekerja dan masyarakat Indonesia atau untuk kepentingan kapitalis," ujar Abdullah.

photo
DPR resmi menerima naskah omnibus law cipta kerja dari pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2).

Dengan adanya aksi ini, serikat buruh dari kelompok berbeda sudah menggelar aksi di DPR sebanyak tiga kali. Aksi pertama dilakukan KSBI dan sejumlah serikat buruh pada Senin (13/1) lalu. Pekan berikutnya, ribuan masa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pimpinan Said Iqbal juga melakukan aksi protes serupa.

Selama ini, buruh bekerja di bawah naungan UU nomor 13 tahun 2003. Tahun lalu, DPR RI hampir mengesahkan RUU Ketenagakerjaan. Namun, RUU itu ditolak lewat demo besar-besaran yang digelar oleh para mahasiswa, lantaran poin-poin kontroversialnya.

Para buruh khawatir, poin dalam Omnibus Law hanya menyadur RUU Ketenagakerjaan yang ditolak tersebut. Ada beberapa poin yang menjadi perhatian yakni soal upah per jam yang berpotensi menghapus upah minimum, dan pemberian tunjangan PHK enam bulan yang berpotensi menghapus sistem pesangon.

Para buruh juga khawatir dengan pengunaan tenaga kerja asing di lingkup kerja unskilled workers. Lalu, para buruh khawatir jaminan pensiun dan jaminan kesehatan tidak akan diberikan pada buruh yang hitungan upahnya per jam, karena cara menghitung iurannya akan sulit. Kemudian, buruh khawatir dengan penghapusan sanksi pidana pada pengusaha yang mengabaikan regulasi, lalu perpanjangan sistem kontrak hingga 5 tahun tanpa dibatasi

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tak menampik bahwa DPR akan menerima naskah Omnibus Law Rabu (12/2) siang ini. Namun, Azis juga belum bisa memastikan terkait jadi tidaknya Menteri Koordinator Perekononian Airlangga Hartarto menyerahkan naskah omnibus law ke DPR hari ini.

"Ya kalau pastinya saya belum tahu kan bukan Tuhan," kata Azis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.

Azis menjelaskan, jika nantinya naskah Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja jadi diserahkan hari ini ke DPR, kesetjenan DPR akan langsung memproses administrasinya. Setelah diregistrasi baru nanti pimpinan DPR menggelar rapat bamus.

"Ya biasanya sih seminggu dua minggu sekjen itu, bisa juga sehari bisa juga seminggu," ucapnya.

Ia mengungkapkan Omnibus Law di Bamus nantinya bisa dibahas oleh pansus maupun alat kelengkapan dewan. Dirinya mengaku belum mengetahui arah pembahasan di bamus nantinya.

"Belum tahu lagi kita, tergantung pimpinan fraksi," ungkapnya.

Politikus Partai Golkar tersebut optimis proses di DPR berjalan cepat sesuai dengan target 100 hari pemerintah. Ia menambahkan, kini tinggal bagaimana kebersamaan fraksi di DPR.

photo
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement