REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai kasus Jiwasraya bukanlah kasus kriminal biasa. Ia menduga ada unsur politis dalam kasus tersebut.
"Kita tidak hanya menyoalkan berapa dana yang telah dimanipulasi di dalam kasus Jiwasraya, tetapi kami juga ingin menggali lebih lanjut lebih dalam dana ini sebetulnya dulu dipakai untuk apa saja, bukan semata-mata untuk mengembalikan dana itu kepada nasabah, tetapi kita ingin melacak lebih jauh, dana ini dulu sebetulnya dipakai untuk apa," jelasnya, Selasa (4/2).
Anggota komisi III itu menduga ada proses untuk melakukan pembajakan di kasus Jiwasraya ini yaitu dengan mendapatkan uang begitu banyak lewat modus yang begitu canggih. Terkait ada tidaknya dugaan keterlibatan Istana, ia mengatakan akan menggali lebih dalam pada saat penyelidikan.
"Kami yakin semua teman-teman anggota DPR yang punya niat baik untuk menegakkan keadilan, untuk menegakkan prinsip hukum yang fair, itu tadi, tidak ada niat di balik ini untuk menjatuhkan pemerintahan, justru membantu pemerintah," ungkapnya.
Sementara itu anggota fraksi PKS Aboebakar Alhabsyi juga mengungkapkan bahwa persoalan Jiwasraya bukan persoalan kecil. Apalagi, jelasnya, Jiwasraya menyatakan kepada DPR bahwa Jiwasraya membutuhkan dana Rp 32,98 triliun untuk memperbaiki struktur permodalannya.
"Ini menunjukkan persoalan ini cukup dalam, dan harus menjadi atensi dari seluruh pihak, termasuk DPR," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin menegaskan, tim penyidikan khusus bentukannya belum menemukan dugaan aliran dana korupsi BUMN asuransi tersebut ke arena kontestasi pesta demokrasi.
Burhanudin mengatakan itu, sebagai tanggapan atas desakan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Belum. Sampai hari ini, nggak ada ke arah situ (ke partai politik dan Pemilu 2019), ya. Belum ke situ,” kata Jaksa Agung Burhanudin saat ditemui di Kejakgung, Jakarta, Jumat (31/1).
Burhanudin menerangkan, penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya, masih fokus pada penyimpangan aksi korporasi, dan dugaan korupsi yang menyebabkan BUMN asuransi tersebut mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun.