Senin 03 Feb 2020 07:07 WIB

Kekecewaan Benny Tjokro dalam Secarik Kertas

Benny Tjokro mengaku kecewa mengapa hanya dirinya yang dibidik di kasus Jiwasraya.

Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Pemilik sekaligus Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro mengungkapkan kekecewaannya atas kasus yang menjerat dirinya dan perusahaannya. Ia baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya pada Selasa (14/1) lalu.

Tak melalui ucapan, Benny menyampaikan kekecewaan dalam secarik kertas dari dalam sakunya yang diberikan kepada wartawan pada Jumat (31/1) malam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam secarik surat yang ditulis langsung olehnya, Benny mengungkapkan kekecewaannya ihwal penetapan tersangka kasus Jiwasraya yang "seolah" hanya menetapkan dirinya dan PT Hanson.

Menurut Benny, masih banyak ratusan saham yang ditanam oleh Perseroan Terbatas (PT) sejenis PT Hanson. Terdapat dua poin yang disampaikan Benny dalam suratnya.  Pertama, ia menanyakan kenapa hanya dirinya dan PT Hanson yang ditangkap.

"Ada puluhan manager investasi, berarti ada puluhan/ratusan jenis saham yang bikin rugi. Kenapa enggak semua ditangkap? Kenapa cuma Hanson (PT)?," tulis Benny.

Sementara poin kedua yang ia tulis yakni terkait asal muasal saham PT Hanson.  "Saham Hanson yang ada di dalam manager investasi milik Jiwasraya beli dari siapa mudah kok dicari. Kalau ketemu penjualnya, jadi jelas. Ingat lho MYRX itu perusahaan TBK. Ada lebih dari 8.000 pemegang saham" tulis Benny.

Diketahui, KPK memfasilitasi pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejakgung) terhadap Benny sebagai bentuk fasilitasi dan koordinasi KPK dan Kejakgung. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengungkapkan, memfasilitasi  adalah kerja sama Korsub Penindakan.

"Koordinasi supervisi antara KPK dan Kejaksaan Agung dan kebetulan ada dua tersangka dititipkan di KPK," ujar Ali, Ahad (2/2).

Namun, sambung Ali, KPK tidak turut menghitung kerugian negara lantaran perkara penyidikan  sudah dilakukan oleh Kejakgung. "Tentunya KPK tidak ikut dalam proses perhitungan negara, pemeriksaan saksi, dan lainnya. Karena kebetulan perkara ini diselesaikan oleh teman-teman Kejaksaan. KPK hanya memfasilitasi tempat, kemudian ruangan pemeriksaan, dan rutan," tutur Ali.

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiono mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang membidik aset milik Benny. Ia menjelaskan, untuk perkara tindak pidana korupsi memuat ketentuan hukuman pidana penjara, pembayaran uang pengganti yang dikorupsi serta penyitaan aset pelaku.

“Hal ini sebagai upaya penyidik untuk menyelamatkan keuangan negara. Nantinya, kerugian negara dihitung dari jumlah uang yang diganti (tersangka),” kata Hari.

Nantinya, sambung Hari, jika pelaku tidak bisa melunasi ganti rugi, maka aset mereka akan dilelang dan hasilnya diserahkan kepada negara. Menurut Hari, sampai kini, penyidik masih mendata berapa jumlah aset yang disita dari kedua orang tersebut. Sementera nilai kerugian negara juga masih dihitung oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Kejakgung menduga, sejumlah uang hasil dari kejahatan Jiwasraya, dialihkan ke dalam aset tak bergerak seperti tanah, rumah, dan apartemen. Benny  tercatat sebagai pemilik sejumlah perusahaan apartemen di Jakarta.

Selain Benny, dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara Rp12,4 triliun itu ada empat orang telah ditetapkan. Mereka adalah, Heru Hidayat selaku Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, kemudian mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan.

Kelima tersangka sementara ini disangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kejakgung meyakini, kelimanya terindikasi korupsi yang menyebabkan asuransi Jiwasraya mengalami gagal bayar senilai belasan triliun rupiah. Sementara, audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan, gagal bayar membuat Jiwasraya mengalami defisit keuangan senilai Rp 27,2 triliun per November 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement