Rabu 22 Jan 2020 14:45 WIB

Mencari Solusi Sistem Subsidi Elpiji

Kenaikan harga gas 3 kg bisa memicu meningkatnya harga kebutuhan pokok.

Petugas melakukan bongkar muat tabung gas LPG 3 kg di salah satu agen LPG di Jalan Samoja, Kota Bandung, Selasa (21/1).
Foto:

Mencari Jalan Terbaik

Setidaknya, ada dua pilihan kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah. Pilihan pertama, dengan skema subsidi tertutup, yakni masyarakat yang kurang mampu masih tetap mendapatkan subsidi elpiji tiga kg.

Namun, melakukan seleksi terhadap penerima program subsidi elpiji tiga kg bukanlah pekerjaan mudah. Pemerintah bisa berkaca dari berbagai masalah yang selama ini terjadi di berbagai program subsidi energi.

Sebagai contoh, di atas kertas saat ini pemerintah menerapkan program BBM bersubsidi jenis bensin dan solar. Alih-alih menerapkan program subsidi yang berpihak pada masyarakat menengah ke bawah, mereka justru membayar lebih mahal khususnya karena kelangkaan bensin dan solar.

Kongkalikong antara pebisnis SPBU atau oknum sopir truk BBM dan para pelangsir sudah menjadi rahasia umum. Di berbagai daerah di Kalimantan, misalnya, sangat mudah menemukan kondisi, yaitu di depan SPBU terpampang tulisan “BBM Habis”, tetapi persis di depan SPBU tersebut berjejer “pertamini-pertamini”.

Lemahnya sistem pengawasan dan penyaluran program BBM bersubsidi, mendorong pelaku ekonomi melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi melanggar hukum demi mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari kebijakan BBM bersubsidi. Kondisi serupa juga bisa terjadi pada saat pencabutan subsidi elpiji tiga kg. Apabila mekanisme subsidi gas elpiji tiga kg tidak dilakukan secara terencana, dengan mekanisme dan prosedur yang tepat, kelompok paling dirugikan dari penyelewengan subsidi elpiji tiga kg adalah masyarakat miskin itu sendiri.

Pada akhirnya, mereka tidak punya pilihan lain selain membeli elpiji tiga kg sesuai harga pasar atau bahkan jauh lebih mahal. Untuk mengatasi hal ini, wacana menerapkan teknologi digital dalam penyaluran elpiji tiga kg bagi masyarakat miskin menjadi masuk akal untuk dipertimbangkan.

Teknologi digital terbukti ampuh membantu dalam menyederhanakan proses birokrasi dengan akurasi tepat dan proses cepat. Namun, perlu diingat, kesulitan terbesar bukanlah menciptakan sistem teknologi digitalnya melainkan membangun literasi digital masyarakat.

Masyarakat miskin yang tinggal di perkotaan memang relatif lebih siap bila skema ini diterapkan. Namun, tidak demikian halnya dengan masyarakat miskin yang tinggal di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan jauh lebih besar daripada jumlah penduduk miskin di perkotaan. Mengacu data BPS per September 2019, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 12,6 persen, sedangkan di perkotaan hanya 6,56 persen.

Kendala lainnya, meskipun pembatasan subsidi elpiji tiga kg dilakukan dengan menggunakan teknologi digital, kebijakan penyaluran subsidi elpiji tiga kg tetap akan memiliki eksternalitas pasar. Skema kedua yang bisa diterapkan pemerintah adalah dengan mengganti subsidi elpiji tiga kg dalam bentuk uang dan mengintegrasikannya dengan program jaminan sosial yang lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH).

Skema ini sebetulnya jauh lebih efektif, efisien, dan berorientasi jangka panjang. Lewat skema ini, pemerintah hanya perlu menyusun payung hukum, memperkuat kerja sama kelembagaan, serta memperluas cakupan penerima PKH yang selama ini baru mencapai 10 juta keluarga miskin. Dengan integrasi program subsidi ini, pemerintah tidak perlu membangun kembali sistem baru dengan potensi risiko dan masalah yang baru. Lebih penting lagi, penghematan anggaran dan sumber daya bisa tercapai.

Pengalihan dana subsidi elpiji tiga kg sebesar Rp 50,6 triliun menjadi program bantuan sosial PKH yang hanya dialokasikan sebesar Rp 29 triliun pada 2020, akan memberikan dampak yang jauh lebih signifikan kepada masyarakat kecil. Pada akhirnya, tidak ada solusi sempurna mengatasi persoalan ini. Di satu sisi, subsidi elpiji tiga kg memang lebih banyak dimanfaatkan kelompok masyarakat nonmiskin. Di sisi lain, pembatasan subsidi elpiji tiga kg pun berpotensi memukul perekonomian masyarakat miskin.

Namun, mengintegrasikan program subsidi elpiji tiga kg dengan program jaminan sosial lain dan menggantinya dalam bentuk uang, jauh lebih efektif melindungi masyarakat miskin dari terus meningkatnya konsumsi energi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement