Selasa 21 Jan 2020 16:23 WIB

Indonesia Butuh Manajemen Talenta

Kehadiran teknologi otomasi menjadi tantangan sekaligus peluang.

M. Ilham Akbar, Praktisi dan Pengamat SDM
Foto: Dokumentasi pribadi
M. Ilham Akbar, Praktisi dan Pengamat SDM

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M. Ilham Akbar, Manajemen Talenta DPP KNPI

Indonesia tengah menghadapi era revolusi industri keempat di mana cyber physical system mampu mengintegrasikan kecerdasan komputer, jaringan internet, dan mesin atau peralatan. Hal ini ditandai dengan kemunculan teknologi internet of things (IoT), big data, artificial intellingence, machine learning, dan sebagainya yang dapat mengotomasi cara kerja atau proses bisnis sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi, maupun pendapatan. Kehadiran teknologi otomasi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi talenta-talenta negeri.

Tantangan terjadi ketika peran manusia dalam bekerja tergantikan oleh teknologi otomasi. Berdasarkan laporan McKinsey & Company bulan September 2019 tentang “Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia: Pekerjaan yang hilang, muncul, dan berubah”, teknologi otomasi berpotensi menggantikan 23 juta pekerjaan lama pada tahun 2030. Pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan dan pemrosesan data serta kegiatan fisik yang dapat diprediksi akan paling terdampak oleh kehadiran teknologi otomasi.

Meskipun demikian, McKinsey & Company memperkirakan teknologi otomasi berpeluang menciptakan 27 juta hingga 46 juta lapangan kerja baru, 10 juta diantaranya merupakan jenis pekerjaan baru yang tidak ada sebelumnya. Berbagai keterampilan baru akan banyak dibutuhkan, tidak hanya terbatas pada keterampilan teknologi melainkan keterampilan sosial, emosional, dan keterampilan kognitif, seperti kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, dsb.

Indonesia diprediksi akan menghadapi masa bonus demografi pada tahun 2030, dimana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) mencapai 64 persen dari proyeksi total penduduk sebesar 297 juta jiwa. Pemerintah dituntut untuk dapat memanfaatkan masa bonus demografi secara maksimal dengan mengambil peran utama sebagai agent of development dalam meningkatkan kapabilitas talenta yang berdaya saing global.

Namun, pemerintah telah ditunggu dengan ‘pekerjaan rumah’ yang harus segera diselesaikan. Peringkat daya saing global sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2019, Human Development Index (HDI) Indonesia hanya mampu menempati urutan ke-111 dari 189 negara. Selain itu, INSEAD merilis peringkat Global Talent Competitiveness Index (GTCI) Indonesia tahun 2019 berada di urutan ke-67 dari 125 negara. Sedangkan World Economic Forum (WEF) melaporkan peringkat Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia tahun 2019 berada di urutan ke-50 dari 142 negara.

Indonesia harus mampu mengejar ketertinggalan SDM dibandingkan negara lain. Keberadaan manajemen talenta sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan kapabilitas sekaligus memperbaiki peringkat SDM Indonesia di level internasional. Pemerintah sendiri berencana membentuk lembaga khusus manajemen talenta nasional pada tahun 2020 yang akan mengelola talenta-talenta negeri berdasarkan 5 (lima) klaster besar, yakni olahraga, seni-budaya, riset-sains, industri, dan aparatur sipil negara (ASN).

Penulis menggarisbawahi 3 (tiga) hal yang perlu mendapat perhatian dari lembaga khusus dimaksud dalam menerapkan strategi manajemen talenta. Pertama, identifikasi lulusan baru. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada bulan Agustus 2019 sebanyak 7,05 juta orang, meningkat dari bulan Agustus 2018 yang semula hanya 7 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPK) didominasi oleh lulusan SMK sebesar 10,42 persen, lulusan SMA sebesar 7,92 persen, lulusan diploma sebesar 5,99 persen, dan lulusan universitas sebesar 5,67 persen.

Pemerintah perlu mengidentifikasi posisi-posisi penting sekaligus keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan bagi para lulusan baru. Hasil identifikasi tersebut disampaikan secara transparan sehingga mereka dapat mempersiapkan dan merencanakan kariernya sendiri secara berkelanjutan dan jangka panjang. Di samping itu, pemetaan terhadap lulusan baru berdasarkan kompetensi dan prestasi penting untuk dilakukan, sehingga strategi pengembangan talenta dapat diterapkan secara tepat.

Kedua, fenomena generasi millennials. Harapan besar tertuju pada generasi millennials yang dapat membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia di masa depan. Generasi ini memiliki peran besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa bonus demografi tahun 2030.

Namun, pemerintah menghadapi tantangan dalam mengelola dan mengembangkan generasi millennials. Mereka kerap disebut sebagai generasi ‘kutu loncat’ dalam berkarier.

Berdasarkan survei JobStreet.com tahun 2015, 65,8 persen generasi millennials memilih untuk pindah kerja setelah bekerja selama 12 bulan. Pemerintah perlu memiliki rencana suksesi yang tersistematis dalam mengembangkan segala potensi dan kemampuan generasi millennials. Upaya ini dilakukan untuk mencetak champion-champion bangsa selanjutnya di masa depan.

Ketiga, mendorong inovasi para lulusan luar negeri. World Intellectual Property Organization (WIPO) melaporkan peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia pada tahun 2019 hanya mampu berada di peringkat ke-85 dari 129 negara. Pencapaian tersebut masih di bawah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura (8), Malaysia (35), Vietnam (42), Thailand (43), Filipina (54), dan Brunei (71). Pemerintah perlu membangun budaya inovasi sebagai nation culture sehingga dapat ‘memaksa’ talenta-talenta negeri untuk berinovasi mengatasi berbagai permasalahan bangsa.

Untuk itu, pemerintah perlu menyediakan wadah bagi talenta-talenta negeri untuk terus aktif memberikan sumbangsih nyata berupa ide maupun pemikiran kepada negeri, khususnya wadah bagi lulusan luar negeri untuk berinovasi. Hingga akhir Januari 2019, sebanyak 20.255 siswa menerima beasiswa luar negeri dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.

Bahkan, Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia melaporkan terdapat lebih dari 35.000 siswa Indonesia belajar ke luar negeri setiap tahunnya. Bayangkan, apabila 1 (satu) talenta memiliki 1 (satu) ide maka terdapat lebih dari 35.000 ide setiap tahun yang didapat dari hasil belajar dan pengamatan mereka selama di luar negeri.

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) hadir sebagai wadah inkubasi bagi para talenta muda negeri untuk mengembangkan potensi sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Kami mengajak kepada seluruh talenta muda Indonesia untuk segera mempersiapkan diri dan bersinergi sejak dini guna menghadapi masa depan yang lebih kompetitif. Inovasi dan kolaborasi menjadi kata kunci saat ini dalam mewujudkan ”SDM Unggul, Indonesia Maju”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement