REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Country Manager and Liaison to ASEAN dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Collie F. Brown menyambangi kantor Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) pada Selasa (14/1). Dalam pertemuan tersebut kelima Dewan Pengawas Tumpak Hatarongan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono, mendengarkan paparan UNODC yang menginformasikan tentang hal-hal yang sudah dilakukan bersama KPK selama ini.
Salah satu paparannya adalah tentang Indonesia yang sudah melewati dua kali ulasan untuk ratifikasi United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Ulasan untuk Indonesia tersebut dilakukan dua kali, yakni pada 2010-2015 dan 2017.
Selain berkenalan dengan Dewan Pengawas KPK, Brown mengatakan, akan terus mendukung KPK seperti yang selama ini UNODC lakukan sejak 2007. Salah satu cara UNODC mendukung KPK adalah dengan terus memberi masukan dalam harmonisasi perundang-undangan antikorupsi.
Menurut Brown, sejak Undang Undang KPK direvisi, UNODC belum menemukan model lembaga pemberantasan korupsi seperti di Indonesia. "Indonesia, adalah satu-satunya negara yang memiliki lembaga antirasuah yang memiliki Dewan Pengawas," kata Brown di Gedung Anti Corruption Learning Centre (ACLC) Jakarta, Selasa (14/1).
Pada kesempatan tersebut, Dewan Pengawas juga meminta masukan terkait dengan kode etik untuk organisasi pemberantasan korupsi. Brown berjanji akan membagi dan bersedia diskusi tentang kode etik.
"Apalagi, banyak kode etik antikorupsi dalam UNCAC yang bisa dijadikan contoh. UNODC kemudian merekomendasikan kode etik yang dimiliki KPK nantinya juga dapat diterapkan di lembaga/kementerian lain," tuturnya
UNODC menyatakan, sejak tahun lalu telah merekomendasikan aturan tentang konflik kepentingan yang hingga kini belum dimiliki Indonesia. Padahal, kata dia, aturan ini sudah banyak dibahas dalam beberapa forum.
Isu lain yang dibahas dalam pertemuan ini adalah terkait dengan aturan tentang trading influence dan illicit enrichment (IE) atau kekayaan yang diperoleh dengan tidak sah. Dewas KPK meminta masukan dan bertanya tentang negara terdekat yang telah menerapkan aturan ini.
Sementara itu, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, pihaknya bakal melakukan evaluasi terhadap kinerja KPK berdasarkan pedoman SOP itu. Evaluasi itu mencakup pelaksanaan tugas serta kewenangan pimpinan dan pegawai KPK yang dilakukan per tiga bulan sekali.
"Kami sudah atau sedang menyusun SOP mengenai itu. Akan ada semacam evaluasi tiga bulanan atas kinerja KPK baik pimpinan maupun pegawai," ujar Syamsuddin.
Selain mengenai pengawasan, Dewas KPK juga diketahui tengah menyusun kode etik pimpinan dan pegawai KPK. Syamsuddin mengatakan, dalam aturan tersebut juga diatur mengenai sanksi berjenjang mulai dari ringan hingga berat.
Adapun sanksi terberatnya bisa berupa pemberhentian dari jabatan. Hanya saja, kata Syamsuddin, aturan itu belum sepenuhnya selesai.
"Ini kan dalam proses ya belum final termasuk menenai kode etik. Jadi SOP yang berkaitan dengan tugas Dewas KPK itu sedang kita finalkan," kata dia.