REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) membuka peluang untuk mencabut aturan pembatasan ukuran kapal tangkap dan kapal angkut yang diizinkan beroperasi. Selama ini, ukuran kapal tangkap ikan yang diperbolehkan berlayar maksimal 150 Gross Tonnage (GT) dan kapal angkut 200 GT.
Akibat peraturan tersebut, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sempat melaporkan adanya kekurangan unit 'kapal besar' yang beroperasi di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna. KNTI pun mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa terdapat kekosongan kuota kapal sekitar 540 unit di ZEE WPP-RI 711 Natuna.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Miftah Sabri mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghitung potensi kapal di Natuna berkisar 30 ribu hingga 50 ribu GT. "Kalau rata-rata kapal 100 GT yang kita isi, maka itu bisa sampai 300 sampai 500 kapal. Ini masih mungkin, sekarang yang sudah daftar nelayan dari Pantura ada 470 nelayan," ujar Miftah kepada Republika.co.id, Selasa (14/1).
Miftah menyebut KKP saat ini sedang melakukan verifikasi. Terkait relaksasi perubahan aturan mengenai ukuran kapal, kata Miftah, peraturan tentang batasan ukuran kapal ikan sudah dianggap tidak berlaku karena saat dikeluarkan bersifat moratorium.
"KKP akan segera mengatur mengenai persoalan ini melalui peraturan menteri kelautan dan perikanan agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat," kata Miftah.
KKP, lanjut Miftah, mendengar masukan dari berbagai pihak mengenai aturan jenis ukuran kapal, mulai dari kapal lebih besar dari 150 GT, kapal 200 GT sampai kapal 250 GT, atau kapal 250 GT ke atas. Miftah menyampaikan tim KKP sedang merumuskan aturan tersebut dan akan melewati uji akademik dan uji publik serta konsultasi kepada pemangku kepentingan.
"Dalam waktu dekat aturannya akan kita rampungkan angka mana yang baik," ucap Miftah.