Senin 13 Jan 2020 17:53 WIB

Rp 180 M untuk Class Action Banjir Jakarta

Pemprov DKI Jakarta sudah terbiasa menghadapi gugatan class action.

Barang-barang yang terendam pasca banjir di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Kamis (9/1). Banjir Jakarta membawa gugatan class action ke Pemprov DKI Jakarta.
Foto: Thoudy Badai_Republika
Barang-barang yang terendam pasca banjir di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Kamis (9/1). Banjir Jakarta membawa gugatan class action ke Pemprov DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Amri Amrullah, Antara

JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan pihaknya menanggapi biasa saja terhadap Gugatan kelompok atau class action warga Jakarta mengenai banjir. Bagi Pemprov DKI menghadapi gugatan class action adalah hal lazim.

Baca Juga

"Kami sudah sering menangani beberapa masalah, jadi (soal class action) biasa saja sih," kata Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah di Balai Kota Jakarta, Senin (13/1).

Penegasan tersebut terkait dengan penyerahan laporan gugatan kelompok terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedanterkait banjir Tahun Baru 2020 kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini. Yayan mengatakan dalam menghadapi gugatan tersebut, dia sudah mempersiapkan tenaga hukum internal dengan opsi penggunaan tenaga ahli.

"Kami sudah siapkan tim hukum dari dalam, kalau memang perlu tenaga ahli, kita pakai tenaga ahli. Ahli apa yang kami perlukan nanti akan dipanggil," ujar Yayan.

Pemanggilan tim ahli tersebut, kata Yayan, tergantung substansi kebutuhannya yang disesuaikan dengan gugatan class action yang diajukan masyarakat. "Kalau kaya hukum acaranya nanti kami sudah menguasai, kalau ada substansi-substansi, kita lihat dulu gugatannya, nanti akan dikaji. Mereka gugat apa, apa yang mereka ganti rugi, dasarnya apa, kerusakannya apa dan perlu ahli di bidang apa," ucap Yayan.

Pemprov memang memiliki dana bila seandainya terjadi gugatan class action. Dana tersebut diambil dari Belanja Tidak Terduga di APBD DKI 2020 senilai Rp 180 miliar.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Edi Sumantri mengatakan pihaknya telah mempersiapkan dana ganti rugi tersebut. Dana itu akan digunakan apabila dalam proses sidang gugatan class action kalah di pengadilan.

"Dana ganti rugi yang disiapkan diambil dari Belanja Tidak Terduga sebesar Rp 180 miliar," kata Edi.

Diakui dia, dana ini memang disiapkan untuk cadangan apabila ada kebutuhan mendadak yang tidak terduga. Dan selama ini, kata dia, dana ini memang belum dipakai untuk kebutuhan apapun. Sehingga bisa digunakan apabila memang Pemprov DKI diminta pengadilan memberi ganti rugi kepada warga terdampak banjir.

Gugatan class action ke Pemprov DKI ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya Pemprov DKI juga sudah digugat class action terkait beberapa hal, seperti soal penggusuran warga Bukit Duri-Bidara Cina dan class action saat banjir pada 2007 lalu.

Pada gugatan class action penggusuran warga Bukit Duri, diakui dia, Pemprov DKI memang kalah. Namun pada saat gugatan class action warga banjir pada 2007 lalu, diungkapkan dia, Pemprov DKI Jakarta menang di pengadilan.

"Jadi sebenarnya kita sudah pernah menghadapi gugatan class action warga terdampak banjir ini, dan kita menang," terangnya.

Tim advokasi warga korban banjir yang menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mendaftarkan gugatan class action hari ini. Koordinator Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Diarson Lubis mengatakan gugatan ini diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan terkait bencana banjir parah yang melanda warga Jakarta dan sekitarnya mulai 1 Januari lalu. Diarson mengatakan jumlah partisipan yang ikut menggugat Anies karena merasa dirugikan akibat banjir ini awalnya sebanyak 700 orang yang melapor. Namun dari jumlah tersebut, tim advolasi melakukan verifikasi data-datanya dan tersisa 270 laporan.

“Yang masuk ke kami kira-kita 700-an lah. Tapi dari situ yang lengkap setelah kita verifikasi datanya ada 270-an,” ujarnya.

Total kerugian dari para penggugat ini ditaksir mencapai Rp 43 miliar. Kendati begitu Diarson masih enggan merinci secara detail mengenai kerugian para pelapor tersebut. “43 miliar (kerugian) Iya tapi nanti aja itu setelah gugatan,” terangnya.

Berbeda dengan YLBHI, tim advokasi korban banjir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Ezra Tiara mengatakan dari LBH Jakarta sampai saat ini belum berkesimpulan akan melakukan gugatan class action ke Gubernur DKI atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ayu mengatakan sampai saat ini Tim Advokasi Korban Banjir dari LBH Jakarta baru mengumpulkan keluhan-keluhan warga korban banjir. Setidaknya sudah ada lebih dari 3.000 warga korban banjir yang mendaftar meminta advokasi le LBH Jakarta. Sebagian besar warga yang mengadu berasal dari warga Jakarta Barat.

Dari laporan warga korban banjir, dijelaskan dia, sebagian besar warga meminta perubahan keadilan tata ruang kota, zona hijau dan lainnya. Dan keinginan warga yang lain ganti rugi banjir. "Dan dari harapan masyarakat belum sampai pada kesimpulan akan melakukan class action," terang Ayu.

Diakui dia, sampai saat ini Tim Advokasi Korban Banjir yang dari LBH Jakarta berbeda dengan Tim Advokasi Warga Banjir yang digawangi YLBHI. Tim Advokasi Korban Banjir yang dikoordinasi LBH Jakarta melibatkan WALHI, Greenpeace dan Rujak Center for Urban Studies.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menanggapi gugatan banjir dari warga yang mulai ramai ini. Menurut Prasetio gugatan sampai class action ke pengadilan itu adalah hak warga yang dirugikan akibat banjir Jakarta. "Itu hak, kalau menurut saya silakan saja warga menggugat Pemprov DKI," kata Prasetio.

Persoalannya sekarang, tegas Prasetio, apakah selama ini Pemprov DKI Jakarta benar-benar sudah mempersiapkan antisipasi banjir ini. Karena menurut dia, jelang musim penghujan kemarin, Pemprov DKI masih sangat lemah dalam persiapan banjir.

Terbukti saat banjir kemarin banyak alat pompa yang sudah dibeli tidak bisa beroperasi. "Ini terbukti ada alat pompa yang belum siap," terang dia.

Pemprov DKI memang sudah mengantisipasi gugatan tersebut. Saat penggalangan massa untuk class action ini ramai dibicarakan, Pemprov DKI langsung menggelar rapat mengantisipasi hal ini.

Potensi tersebut telah dibahas bersama dalam rapat antara gubernur bersama Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait dan nantinya diserahkan ke Biro Hukum Sekretariat Daerah DKI Jakarta. "Sudah dibahas gugatan (class action). Itu nanti biro hukum yang menjawab," kata Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Juaini Yusuf, beberapa waktu lalu.

Akibat hujan deras sejak 31 Desember 2019 malam hingga 1 Januari 2020 pagi, banjir terjadi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ribuan orang pun harus mengungsi.

Pemprov DKI Jakarta menurunkan 120 ribu petugas untuk menanggulangi banjir tersebut. Kawasan terdampak banjir yang jumlahnya mencapai 390 Rukun Warga (RW) di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut ada sebanyak 22.500 siswa terkena dampak banjir di Jakarta.

Sementara BNPB mencatat jumlah warga terdampak banjir dan longsor di Jabodetabek sempat mencapai 409 ribu jiwa. Sementara korban meninggal dunia akibat banjir dan longsor di Jabodetabek, Bogor, serta Banten mencapai 60 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement