REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tahun terakhir kepemimpinan Wali Kota Depok Muhammad Idris dan Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna dinilai belum mampu membawa Kota Depok menjadi kota yang memiliki kebanggaan. Depok juga dinilai dikelola secara serampangan. Hal tersebut disampaikan politisi PAN Arif Budiman akhir pekan lalu.
Menurut Arif selama kepemimpinan Idris-Pradi tidak ada perubahan yang signifikan. Bahkan, kata dia, pembangunan Depok berjalan di tempat.
"Sekarang saya tanya apa kebanggaan yang dimiliki Kota Depok saat ini, tidak ada. Kota Depok ini tidak punya kebanggaan yang bisa dijual. Selain itu tidak ada hal yang berubah selama empat tahunan terakhir. Jalan tetap itu saja, macet, banjir. Terus apa perubahannya," ujar Arif yang juga pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok.
Selain itu, Idris sebagai pemimpin di Kota Depok telah gagal membawa masyarakat Kota Depok untuk memiliki Kota Depok sepenuhnya. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya partisipasi publik untuk memikirkan atau terlibat membangun Kota Depok.
"Coba lihat setiap ada masalah di Kota Depok baik masalah sosial, kemacetan, atau Pilkada. Ada tidak masyarakat yang antusias seperti daerah lain, tidak ada. Contoh saja kasus kenaikan tol Jagorawi- Cinere, kasus Reynhard atau kasus lainnya. Tak ada yang terlalu respons. Beda dengan daerah lain yang riaknya begitu besar," tuturnya.
Arif menambahkan, rendahnya partisipasi publik tersebut bukan berarti masyarakat Kota Depok tidak mau berpikir dan terlibat pembangunan. Namun masyarakat sudah merasakan kejenuhan untuk melakukan kritikan dan memberikan masukan untuk Pemerintah Kota (Pemkot) Depok.
Menurutnya masyarakat sudah sering berkeluh kesah baik di medsos dan forum diskusi. Tapi karena tidak pernah ada perubahan dari setiap keluh kesah tersebut akhirnya masyarakat antipati.
"Mau pilkada, mau macet apapun hal lainnya masyarakat sudah nggak peduli. Jadi beda dengan Jakarta, apapun yang dilakukan Anies pasti menjadi sorotan karena mereka merasa memiliki Jakarta," jelasnya.
Selain itu, mantan aktivis HMI ini juga menyoroti rendahnya penyerapan anggaran Pemkot Depok. Hal tersebut dilihat dari silpa di 2019 mencapai Rp 600 miliar.
"Silpa Kota Depok kurang lebih mencapai Rp 300 miliar dan Rp 600 miliar. Ini kan paling parah dan saya pikir APBD Kota Depok dikelola secara serampangan," terang Arif.
Tak hanya itu, dana bagi hasil dari provinsi untuk pajak kendaraan bermotor tidak jelas seperti apa pemanfaatan dan pengelolaanya. "Saya pikir ini masih banyak yang perlu kita bedah. Bahkan anehnya anggaran untuk penanganan bencana saja Kota Depok sangat sedikit. Sekali lagi Kota Depok ini dikelola secara serampangan maka perlu ada perubahan," terang Arif.