Senin 06 Jan 2020 15:58 WIB

KPK tak Hadir, Praperadilan Mantan Sekertaris MA Ditunda

Tim biro hukum KPK tidak bisa hadir dan meminta waktu penundaan ke Majelis Hakim.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi,  Jakarta, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sedianya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang pertama praperadilan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Senin (6/1). Namun, tim biro hukum KPK tidak bisa hadir dan meminta waktu penundaan ke Majelis Hakim.

"Kami memohon penundaan kepada majelis hakim  melalui surat tertulis oleh karena tim masih mempersiapkan segala sesuatunya termasuk administrasi dan lainnya," terang Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan saat dikonfirmasi, Senin (6/1).

Ali Fikri menegaskan, permohonan penundaan sidang bukan berarti KPK tidak menghormati proses di pengadilan. Namun, karena KPK sudah memberitahukan ketidakhadirannya tersebut secara tertulis beserta alasan-alasannya

"Praperadilan itu terkait pengujian  proses, semisal sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan lainnya sebagaimana ditentukan hukum acara pidana," terangnya.

"Tentu nanti tim biro hukum KPK akan menjawabnya ditanggapan pemohon di depan hakim yang memeriksa Praperadilan," tambah Ali Fikri.

Dalam perkara mafia kasus  ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Mafia kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky.

Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian.

Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement