REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklaim pihaknya sudah memiliki informasi yang baik terkait peringatan dini banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek. Namun, peringatan dini tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan baik.
"BMKG mempunyai informasi yang sedemikian bagusnya, tapi tidak termanfaatkan dengan baik," kata Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Harry Tirto Djatmiko, dalam sebuah diskusi bertajuk "Banjir Bukan Takdir?" di Bidara Cina, Jakarta Timur, Sabtu (4/1).
Ia menjelaskan, sejak tanggal 27 Desember 2019, BMKG telah melihat adanya perubahan cuaca yang signifikan dan mengumumkannya ke publik. Maksud dari cuaca signifikan tersebut adalah hujan yang akan datang didominasi hujan sedang hingga lebat.
Selain itu, tiga jam sebelumnya BMKG juga telah mengeluarkan peringatan dini di WA broadcast dan SMS. Peringatan yang diberikan pun sudah lebih dari empat kali. Hujan yang terjadi juga lebih dari empat jam sehingga kewaspadaan ditingkatkan menjadi kesiagaan.
"Kami broadcast BMKG sebagai pemberi informasi, informasi sudah kami sampaikan ke seluruhnya. Dari BMKG begitu lepas informasi itu, masyarakat bisa memperoleh info itu dari sosial media atau aplikasi info BMKG," kata dia lagi.
Kepala Pusat Pengendalian Operasi BNPB Bambang Surya Putra mengatakan, masyarakat Indonesia tidak terbiasa melihat prakiraan cuaca sebelum beraktivitas. Sehingga, ketika BMKG bilang akan hujan esok hari hanya dianggap sebagai pemberitahuan biasa.
Bambang khawatir, menganggap remeh pemberitahuan cuaca juga menjadi kebiasaan institusi yang bertugas menangani bencana. "Jadi berdasarkan informasi warning BMKG, tanggal 27 kami sowan ke BPBD DKI Jakarta. Kami minta untuk dilakukan apel siaga. Mari kita siap-siap akan ada cuaca akstrem, namun baru direncanakan curah hujannya sudah sedemikian tinggi sekali," kata Bambang menjelaskan.
Terkait sistem peringatan dini, meskipun BMKG sudah memberi kabar bahkan sejak 27 Desember 2019, tertapi informasi ini tidak serta merta terus menerus disampaikan. Ia juga masih perlu memastikan apakah sirine tanda banjir di Jakarta berbunyi pada waktu terjadi bencana.
Hal itu, menurut dia harus menjadi catatan yang dipikirkan tindak lanjutnya. Sebab, hujan yang terjadi baru memasuki awal musim, sementara puncak musim hujan akan terjadi Februari-Maret. Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk merapatkan barisan dan mempersiapkan dengan lebih baik lagi.
Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta Dudi Gardesi Asikin mengatakan sebenarnya tidak ada masalah terkait peringatan dini banjir. Namun, ia menjelaskan hujan yang terjadi di awal Januari memiliki curah hujan yang tinggi dan menjadi pengalaman pertama bagi pihaknya.
Biasanya, Pemprov DKI Jakarta menghadapi banjir kiriman dari Katulampa yang memiliki waktu untuk sampai ke Jakarta. Namun, kali ini hujan lokal saja sudah sangat lebat sehingga pihaknya masih perlu bersiap lebih baik lagi.
"Jadi yang tanggal 1 kemarin itu, yang ke-4 terjadi hujan cukup deras. Jadi, kondisi saluran kita masih penuh, belum kita kosongkan karena banyak daerah yang tergenang pada saat itu," kata Dudi.
Hujan deras mengguyur Jakarta dan sekitarnya pada Selasa (31/12) sore hingga Rabu (1/1) siang. Hujan yang terjadi pada malam tahun baru ini langsung menyebabkan sejumlah daerah banjir dan menghambat masyarakat yang akan berkativitas.
Selain banyak rumah warga terendam banjir, jalanan utama juga terdampak sehingga menutup akses kendaraan. Tidak sedikit pula arus banjir deras yang menyebabkan kendaraan hanyut dan rumah warga rusak cukup parah.
Intensitas hujan yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya ini cukup tinggi ditambah kiriman air dari wilayah Bogor. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan curah hujan akan terus meningkat hingga Januari dan berlangsung sampai Maret 2020.