Jumat 03 Jan 2020 16:50 WIB

5 Cara Atasi Banjir Jakarta dari Pakar UI

Rehabilitasi, pembangunan dan revitalisasi waduk, normalisasi & naturalisasi.

Rep: Febryan A/ Red: Ratna Puspita
Warga melintas di area makam yang tergenang banjir di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Warga melintas di area makam yang tergenang banjir di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Lingkungan Hidup dari Universitas Indonesia (UI) Tarsoen Waryono menyarankan lima cara atau langkah untuk mengatasi banjir di Provinsi DKI Jakarta. Ia meyakini, jika kelimanya dilakukan maka banjir di Jakarta akan sangat berkurang.

Tarsoen mengatakan kepada Republika, Jumat (3/1), sarannya ini mencakup tiga sungai, yakni Kali Ciliwung, Kali Grogol, dan Kali Pesanggrahan. Pemaparan diurut dari wilayah hulu di Kabupaten Bogor hingga ke hilir di utara Jakarta.

Baca Juga

Pertama, pemerintah perlu merehabilitasi lahan kritis di wilayah Bogor. Tarsoen menyebut, puluhan hektare wilayah resapan air di Bogor saat ini sudah beralih menjadi kawasan pertanian dan perumahan.

"Itu semua harus ditanam ulang dengan pohon agar resapan air optimal, sehingga debit air menuju pesisir bisa berkurang," kata Tarsoen.

Kedua, pemerintah perlu mengurangi debit air dengan membuat waduk baru. Waduk dibuat dengan luar 100 hektare. Ia yakin, cara ini akan sangat signifikan mengurangi debit air yang mengalir ke Jakarta.

Untuk Kali Ciliwung, ia menyarankan agar dibuat sodetan dan waduknya di Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Sedangkan Kali Grogol dan Kali Pesanggrahan, dibuatkan satu waduk saja di Kecamatan Cinere, Kota Depok. 

"Ini akan memiliki dampak ganda. Mengurangi debit air dan sekaligus menyediakan air bersih untuk warga," ucapnya. 

Tarsoen memang menyarankan agar air di waduk itu nantinya digunakan sebagai air baku PDAM. "Jika berjalan, setidaknya akan tersedia air bersih untuk 4 juta penduduk," ungkapnya.

Ketiga, pemerintah harus merevitalisasi waduk yang sudah ada. Tarsoen menyebut, hampir semua waduk yang ada di Jakarta, Depok, dan Bogor, kondisinya saat ini tidak lagi efektif menampung air. Utamanya karena terjadi pendangkalan.

Ia merinci, di wilayah Bogor terdapat 40 waduk, Jakarta 48 waduk, dan Depok 26 waduk. "Semua waduk itu harus direvitalisasi sehingga musim hujan tidak lagi kebanjiran dan musim kemarau tidak lagi kekeringan," ucapnya.

Keempat, pemerintah bukan hanya perlu melakukan normalisasi sungai, melainkan juga melakukan naturalisasi sungai. Yakni, mengembalikan fungsi dan keadaan sungai ke sebagaimana mestinya.

Tarsoen menjelaskan, Pemerintah DKI Jakarta harus melanjutkan program normalisasi sungai. Yakni dengan merelokasi bangunan yang ada di bantaran sungai dan mengeruk daerah aliran sungai yang sudah mendangkal. 

"Sehingga air tetap menggelontor ke laut," kata Tarsoen.

Ia pun meyakini, seandainya program normalisasi sudah selesai saat ini maka dampak banjir yang terjadi di awal 2020 bisa diminimalisir hingga 80 persen. Setelah normalisasi tuntas, baru dilakukan naturalisasi.

Ia menyebut naturalisasi adalah konsep mengembalikan keadaan sungai sebagai bagian dari alam. Dalam artian, mengembalikan sungai menjadi natural.

Kelima, pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Yakni memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa fungsi sungai, fungsi daerah aliran sungai (DAS), dan penyebab banjir.

"Salah satunya mensosialisasikan agar masyarakat tak buang sampah ke sungai," ucapnya.

Tarsoen menyebut, jika kelimanya itu dijalankan oleh pemerintah, maka banjir akan sangat berkurang. "Banjir akan tetap ada tapi akan sangat berkurang," kata pengajar di Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam UI itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement