Senin 30 Dec 2019 16:08 WIB

Busyro Ragukan Motif Dendam Pribadi dalam Kasus Novel

Busyro menyebut percobaan penyerangan terhadap Novel sudah beberapa kali dilakukan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Teguh Firmansyah
Catatan Kritis 2019. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyampaikan paparan utama saat diskusi akhir tahun 2019 di PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Catatan Kritis 2019. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyampaikan paparan utama saat diskusi akhir tahun 2019 di PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan pimpinan KPK, Busyro Muqoddas menilai dugaan penyerangan terhadap Novel Baswedan karena dendam pribadi tidak masuk akal. Hal ini menanggapi terduga pelaku yang mengaku penyerangan dilakukan karena motif pribadi.

"Jadi sama sekali tidak logis ini karena sentimen pribadi dari siapa pun juga yang mengaku-ngaku. Kalau itu sentimen pribadi, kenapa baru sekarang orang itu baru melakukan pengakuan," kata Busyro di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).

Baca Juga

Ia mengatakan, percobaan penyerangan terhadap Novel sendiri sudah beberapa kali dilakukan selain penyiraman air keras. Percobaan penyerangan tersebut, katanya, dikarenakan peran Novel dalam membongkar kasus-kasus besar.

Menurutnya, sudah ada enam hingga tujuh percobaan penyerangan yang dilakukan terhadap Novel. Bahkan, penyerangan juga dilakukan kepada penyidik lain yang memiliki wajah mirip dengan Novel.

"Penyidik itu mengatakan, ini yang ditarget bukanlah saya, tapi Novel. (Penyidik yang merupakan) Polisi aktif saat itu yang kena sasaran, ditabrak mobil besar dan kakinya patah berat," kata Busyro.

Ia juga menyebut, penyerangan ini dilakukan dengan cara yang sistematis. Sebab, penyerangan ini bukan indikasi sentimen pribadi melainkan teror terhadap lembaga KPK.

Hal ini ia katakan karena tidak hanya Novel yang pernah diteror. Bahkan, pimpinan KPK lainnya seperti Agus Raharjo, Laode M Syarif hingga penyidik lainnya juga pernah diteror.

"Rangkaian-rangkaian itu menunjukkan kalau bukan kepada pribadi Novel saja, tapi kepada lembaga KPK. Ujung-ujungnya revisi UU KPK yang justru kemudian disetujui oleh presiden. Semuanya terjawab sudah di akhir tahun ini," ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat mengawal pengungkapan kasus teror penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Presiden pun meminta masyarakat memberi kesempatan kepada polisi untuk membuktikan fakta-fakta di balik penangkapan dua pelaku penyiraman air keras, yakni RM dan RB, pada Kamis (26/12) malam.

"Jangan sebelum ketemu, ribut. Setelah ketemu, ribut. Berikanlah polisi kesempatan untuk membuktikan bahwa itu benar-benar pelaku, motifnya apa, semuanya. Jangan ada spekulasi-spekulasi terlebih dahulu. Oh, baru ditangkap kemarin, kata Jokowi usai meninjai kawasan Kota Lama Semarang, Senin (30/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement