Sabtu 21 Dec 2019 09:58 WIB

Soroti Dewas KPK, Ray Rangkuti: All The President Men

Kombinasi Dewan Pengawas KPK dinilai hanya orangnya Presiden.

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti memberi keterangan kepada wartawan di kantor Formappi, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti memberi keterangan kepada wartawan di kantor Formappi, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengangkatan  Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan dengan mengabaikan pelibatan publik. Nama-nama yang telah ditetapkan tak pernah disosialisasikan dengan baik. 

“Tak ada pengumpulan pendapat, pandangan sekaligus kemungkinan koreksi dari masyarakat lalu ditetapkan begitu saja oleh Presiden,” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, Sabtu (21/12).

Baca Juga

Ray mengungkapkan, sekalipun aturan pengangkatan Dewas merupakan hak presiden, tapi sebaiknya hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan pendapat masyarakat. 

Karena bagaimanapun, sambungnya, pengangkatan ini kurang memenuhi prinsip pengelolaan pengangkatan pejabat publik, apalagi hal itu terkait dengan jabatan independen. 

“Nama-nama yang dipilih memang pribadi yang baik. Masalahnya adalah mereka sekarang menempati sebuah jabatan dengan fungsi yang tumpang tindih,” ujar Ray. 

Ray menuturkan, sebagai dewas, mereka harus mengawasi sekaligus menjadi penentu suatu kegiatan penyelidikan dapat dieksekusi atau tidak. Dan jika dilihat dari struktur organisasi dan model rekrutmennya, kata Ray, dewas hanya punya garis struktural dengan presiden.  

Mereka lanjutnya, harus mengawasi agar komisioner tidak melenceng. Tapi izin pelaksanaannya justru ada di kewenangan mereka.

“Lalu siapa yang bisa memastikan bahwa dewasnya juga bekerja sesuai dengan aturan yang ada. Apakah mereka benar-benar memberi atau menolak izin atas dasar pertimbangan objektif atau subjektif?” kata Ray mempertanyakan. 

Ray kembali memaparkan, dalam bahasa lain, struktur membingungkan ini justru berpotensi membuat nama-nama baik ini tidak dapat berkreasi dengan optimal. Karena orang baik tersebut justru tercebur ke dalam  struktur organisasi yang membingungkan. “Mau kencang, tidak bisa. Mau pelan, tapi mesin kinerja KPKnya ada juga di tangan mereka,” ungkap Ray.

Situasi ini, sambungnya, belum ditambah dengan asumsi bahwa mereka sekarang berada di bawah Presiden. Yang secara organisasi, KPK itu ada di bawah presiden, bekerja dengan birokrasi yang garis strukturnya juga ke presiden, dengan komisioner yang tak sepenuhnya independen. “Jadi, hampir bisa disebut, KPK yang sekarang ditempati all the President men

Dengan demikian, kata Ray, jika Presidennya tidak memiliki minat yang kuat untuk isu-isu anti korupsi, kemungkinan setengah kemampuan lembaga ini akan hilang, atau lebih mengkhawatirkannya adalah mereka bekerja dalam bayangan minat presiden.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement