Sabtu 21 Dec 2019 08:57 WIB

'Masih Banyak Masalah Agraria Belum Terselesaikan'

Arah kebijakan pemerintah adalah melakukan optimalisasi reforma agraria.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Badan Pertanahan Nasional.
Foto: BPN.go.id
Badan Pertanahan Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Atas Tanah Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Andi Tenrisau mengatakan, permasalahan agraria memang menjadi perhatian bagi pemerintah. Sebab, masih banyak permasalahan agraria ini yang masih belum terselesaikan.

"Pertama soal ketimpangan, penguasaan dan kepemilikan tanah. Ada yang mengatakan bahwa gini ratio sudah sampai 0,68, ada yang mengatakan 0,9. Tapi itu adalah suatu keadaan di mana tidak ideal tentang penguasaan dan kepemilikan tanah," katanya di UAD, Bantul, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah menetapkan arah kebijakan dari 2020 hingga 2024. Arah kebijakan ini, kata Andi, yakni dilakukannya optimalisasi reforma agraria. 

"Perlu optimalisasi kegiatan reforma agraria untuk menjawab ketimpangan kepemilikan tanah itu. Selain itu, 2025 seluruh wilayah di Indonesia, bidang tanahnya sudah terdaftar," jelasnya.  

Ia menuturkan, persoalan lainnya yang harus diselesaikan yakni terkait kepastian dan perlindungan hak atas tanah. Saat ini, baru 46 juta bidang tanah dari 126 juta bidang tanah di Indonesia yang baru terdaftar. "Ini jadi persoalan karena belum cukup setengahnya yang terdaftar," katanya. 

Selain itu, sengketa dan konflik pertanahan ini juga masih marak terjadi. Bahkan, tumpang tindih perizinan pemanfaatan sumber daya agraria juga menjadi permasalahan. 

"Ada izin pemanfaatan sumber daya agraria misalnya perkebunan, kelautan dan lain-lain. Itu juga menjadi persoalan. Ada suatu daerah yang luas izinnya melebihi luas wilayah provinsi itu," jelasnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement