REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Bidang Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Indonesia merupakan negara demokrasi yang memberikan ruang bagi setiap warga memberikan aspirasi. Akan tetapi, kata dia, demokrasi yang berlebihan justru bisa menimbulkan anarki.
"Demokrasi yang berlebihan bisa menimbulkan anarki. Maka antara demokrasi dan anarki itu muncul yang namanya nomokrasi, negara hukum. Anda boleh bicara apa saja tapi ada hukumnya yang diatur melalui proses demokratis," ujar Mahfud di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Mahfud menuturkan, demokrasi itu sering terbentur pada dilema ketika negara berhadapan dengan integrasi. Ketika demokrasi ingin membebaskan, integrasi ingin menyatukan. Namun, kata dia, keinginan menyatukan itu pada umumnya melahirkan pemerintah otoriter jika tidak ada jalan tengahnya.
Maka, demokrasi di tingkat rakyat sering menimbulkan kebebasan berlebihan, sementara negara ingin integrasi terus terjaga sebagai bangsa. Dengan demikian, lanjut Mahfud, di antara demokrasi dan anarki, muncul yang namanya nomokrasi. Nomokrasi berarti negara hukum yang melakukan dua kegiatan yaitu membuat aturan hukum dan melaksanakan aturan hukum tersebut.
Namun, Mahfud mengatakan, masalahnya sekarang dalam membuat aturan hukum sering kacau balau. Bahkan, kata dia, hukum dapat dibeli, pasal-pasal dibuat karena pesanan termasuk peraturan daerah (perda).
"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau balau, ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karna pesanan itu ada. Undang-undang yang dibuat karena pesanan, perda juga ada. Disponsori oleh orang orang tertentu agar ada aturan tertentu," ujar Mahfud.