Selasa 17 Dec 2019 15:25 WIB

Pusat Studi ASEAN Diminta Kaji Sengketa Laut Cina Selatan

Kepastian kepemilikan pulau itu menentukan batas-batas maritim RI.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Pulau di kawasan konflik laut Cina Selatan
Foto: VOA
Pulau di kawasan konflik laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar geodesi hukum laut Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, I Made Andi Arsana mengingatkan, sengketa batas maritim di Laut Cina Selatan belum selesai. Ada 200 lebih pulau yang masih sengketa.

"Dua ratusan pulau bermasalah di Laut Cina Selatan yang menimbulkan konflik kepemilikan pulaunya belum jelas," kata Andi, dalam MoU Kemenlu dan PT-PT mitra di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta.

Andi mengatakan, negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam terus mengklaim memiliki pulau tersebut. Namun, kepastian kepemilikan pulau itu menentukan batas-batas maritim RI.

Ia menilai, walau tidak berkepentingan dalam perebutan pulau tersebut, Indonesia perlu memerhatikan batas-batas maritim kelautan RI di sana. Andi menegaskan, Indonesia berhak atas ruang lautnya.

"Misal, Natuna utara dan batas zona 200 mil laut dari pulau terluar bisa tumpang tindih dengan negara-negara lain," ujar Andi.

Dirjen Kerja Sama Asean, Kementerian Luar Negeri RI, Jose Antonio Morato Tavares menyebutkan, saat ini sudah terbentuk 58 Pusat Studi Asean di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Pembentukan mereka sebagai lembaga yang melakukan riset, konsultasi, dan publikasi untuk mempromosikan kerja sama ASEAN secara luas. Ini bermula dari MoU Kemenlu dan perguruan-perguruan tinggi Indonesia.

Rencananya, kata Jose, PSA ini akan dikelompokkan dalam bidang politik keamanan, ekonomi dan sosial budaya. PSA diharap bisa mengidentifikasi isu-isu spesifik yang akan didalami terkait pilar tersebut.

"Masing-masing PSA kiranya dapat menyusun program kegiatan riset, konsultasi dan publikasi untuk mempromosikan kerja sama ASEAN agar dapat lebih dirasakan," kata Jose.

Ia menuturkan, pemerintah berharap PSA-PSA bisa diminta bantuan untuk melakukan kajian dalam pengambilan kebijakan luar ngeri. Salah satunya soal batas-batas maritim dan kepemilikan pulau di Laut Cina Selatan.

"Menurut saya ada gap atau hal-hal yang belum diatur yang bisa diisi dan dilengkapi," ujarnya.

Jose menambahkan, PSA dapat pula melakukan kajian hukum internasional yang dokumennya perlu dilengkapi di aturan internasional. Sebab, tidak ada riset yang banyak mengkaji masalah itu.

Menurut Jose, jika ada tentu bisa dijadikan bahan negosiasi RI dalam perundingan Laut Cina Selatan. Selain itu, PSA dapat mengkaji potensi pasar perdagangan bebas ASEAN, dan RI bisa mengambil peran maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement