REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai salah satu negara maritim terbesar yang menjadi pusat perdagangan dunia, Indonesia telah secara konsisten melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal asing yang beroperasi di wilayah pelabuhan Indonesia. Pengawasan ini dilakukan oleh Port State Control Officer, yang merupakan yurisdiksi negara dalam menjaga kedaulatan untuk mencegah pencemaran dengan melakukan pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal asing di wilayah pelabuhan.
Demikian disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (17/12). Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), kata dia, terus berupaya untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan anggota-anggotanya yang tersebar di semua Kantor Unit Pelasaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia.
Dikatakan Ahmad, saat ini, terdapat beberapa kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) yang secara aktif mengatur pemeriksaan kapal-kapal asing di sembilan region. Antara lain European and North Atlantic region diatur dalam Paris MoU, Asia-Pacific region diatur dalam Tokyo MOU, Latin American region diatur dalam Latin American Agreement.
Kemudian, Caribbean region diatur dalam Caribbean MOU, Mediterranean region diatur dalam Mediterranean MoU, Indian Ocean region diatur dalam Indian Ocean MOU, Black Sea region diatur dalam Black Sea MOU, West and Central Africa region diatur dalam Abuja MoU, serta Arab States of the Gulf region diatur dalam Riyadh MoU.
“Indonesia sendiri adalah salah satu dari 20 (dua puluh) negara yang tergabung dalam Tokyo MoU di region Asia Pacific,” ujar Ahmad.
Menurut Ahmad, keseriusan Indonesia melalui Direktorat KPLP Kementerian Perhubungan dalam menjaga wilayah kedaulatannya dengan memastikan pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal asing di pelabuhan, terbuktikan juga melalui Analisis Report yang dikeluarkan oleh Class NK pada tahun 2019, di mana Indonesia menempati urutan ke-5 (lima) dari 30 (tiga puluh) negara dalam hal keseriusan pemeriksaan persyaratan kelaiklautan kapal asing di pelabuhan.
Nippon Kaiji Kyokai, atau yang dikenal dunia dengan nama Class NK merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) Badan Klasifikasi Dunia yang tergabung di dalam International Association of Classification Societies (IACS). “Class NK ini merupakan badan klasifikasi terbesar yang memiliki jumlah kapal terbesar yang di klasifikasikan oleh lembaganya,” ujar Ahmad.
Ahmad mengungkapkan, analisis ini dilakukan oleh Class NK dikarenakan banyak kapal-kapal mereka yang terkena detained pada saat pemeriksaan PSC, karena tidak memenuhi persyaratan sesuai konvensi yang telah diratifikasi oleh tiap-tiap negara. Survey ini, kata dia, dilakukan oleh Class NK untuk mengetahui tindakan koreksi/perbaikan yang dapat mereka lakukan untuk menghindari permasalahan yang sama di kemudian hari.
“Dan berdasarkan NK Analysis Report yang dikeluarkan pada tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-5 setelah Amerika Serikat dari total 30 (tiga puluh) negara yang dianalisis,” ucap Ahmad.
Ahmad menambahkan, pada 2018, ada sebanyak 19 unit Kapal Class NK yang didetain oleh Indonesia. Dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok menempati urutan pertama dengan jumlah detention 15 (lima belas) unit kapal dan selebihnya diikuti oleh pelabuhan lain di Indonesia.
“Ini merupakan salah satu wujud konsistensi keseriusan Indonesia melalui Direktorat KPLP Kementerian Perhubungan dalam menjaga keselamatan dan keamanan kapal asing di Indonesia melalui pembinaan secara terus menerus kepada petugas-petugasnya yang tersebar di seluruh UPT di Indonesia,” tandas Ahmad.