REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta semua pihak bersabar menunggu hasil kajian terkait pengembangan benih lobster. Saat ini, belum ada regulasi terbaru yang resmi dikeluarkan terkait wacana ekspor benih lobster yang menimbulkan pro dan kontra.
Siaran pers KKP yang diterima di Jakarta, Selasa (17/12), menyebutkan kebijakan benih lobster masih dalam proses pengkajian. Kebijakan tersebut memerlukan waktu hingga siap untuk disosialisasikan.
Untuk itu, KKP mengajak berbagai pihak bersabar menunggu hasil kajian secara komprehensif dan tidak membuat kesimpulan sendiri sehingga dapat menimbulkan informasi yang simpang siur.
KKP mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil benih lobster terbesar di dunia yang berasal dari hasil tangkapan di alam. KKP juga mengemukakan di beberapa daerah, ribuan nelayan kecil menggantungkan hidup dari perdagangan benih lobster ini.
Di sisi lain, sebut rilis, penyelundupan benih lobster untuk diekspor ke luar negeri juga marak terjadi. Penyelundupan dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem lobster di alam.
Oleh karena itu, saat ini, KKP tengah mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan pemanfaatan benih lobster bersama para pemangku kepentingan dan para pakar/ahli yang terdiri dari para peneliti dan akademisi. Selain itu, KKP juga meminta masukan dan saran para pelaku usaha dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lobster di alam dan keberlangsungan ekonomi masyarakat nelayan.
Kebijakan yang tengah dikaji terutama berkaitan dengan pemanfaatan benih lobster hasil tangkapan di alam. Caranya dengan mengatur ulang perdagangan benih lobster dan rencana pengembangan teknologi pembesaran benih lobster hingga ukuran konsumsi di dalam negeri.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan merupakan hal yang lumrah bila kebijakan yang dibuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), seperti terkait benih lobster, menghadapi tantangan dari sejumlah pihak.
"Semua kebijakan pasti akan menghadapi tantangan, ini hal lumrah," katanya. Edhy menyatakan pihaknya mendorong pembudidaya perikanan melakukan pembesaran lobster.
Kemarin, Senin (16/12), Edhy menyebut sejumlah tempat di Indonesia yang dikenal sebagai penghasil benih lobster terbesar, mulai dari Pulau Jawa hingga yang ada di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Edhy akan menginventarisir segala macam kendala dalam mewujudkan budidaya benih lobster dengan menggandeng kementerian atau lembaga terkait.
"Apa yang menjadi masalah itu tugas pemerintah untuk mencari jalan keluar, kalau di bidang kelautan dan perikanan itu tugas kami," ucap Edhy.
Apabila persoalannya ada pada sisi infrastruktur, Edhy akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR. Sementara bila ditemukan masalahnya berada pada perizinan dengan Kementerian Perhubungan, Edhy juga akan berkomunikasi dengan Kemenhub.
"Kami yakin berkomunikasi dengan kementerian terkait, tidak ada ada masalah. Kalau masalah keamanan, ya kami berkomunikasi dengan kepolisian," kata Edhy.
Edhy menilai sektor benih lobster menyimpan potensi besar. Sembari terwujudnya program budidaya, Edhy mengingatkan ada masyarakat yang selama ini hidupnya bergantung pada penangkapan benih lobster ini.
Edhy menambahkan, untuk membesarkan benih lobster membutuhkan infrastruktur yang memadai. "Sambil menunggu ini, kita kasih kuota (ekspor) sampai waktu tertentu boleh ekspor. Banyak komoditas lain yang dilakukan seperti itu, pasir besi, nikel," kata Edhy.
Edhy hendak mencontoh kebijakan ekspor pada pasir besi dan nikel yang diberikan kuota ekspor dengan syarat pengusaha mendirikan kilang. "(Ekspor benih lobster) juga sama seperti itu, tapi masih dalam taraf kajian. Kami mengharapkan keputusan yang diambil adalah yang terbaik," ungkap Edhy.
Ekspor lobster
Dikutip dari darilaut.id, data BPS tahun 2019 memperlihatkan pertumbuhan nilai rata-rata ekspor lobster Indonesia naik 3,54 persen tiap tahun. Data BPS namun mencatat volume ekspor turun 10,55 persen per tahun.
Pada triwulan 1 tahun ini nilai ekspor lobster mencapai angka 7,09 juta dolar AS. Nilai tersebut naik 0,69 persen dibandingkan tahun 2018.
Kenaikan nilai ekspor lobster yang dibarengi penurunan volume, berarti harga komoditas lobster Indonesia mengalami peningkatan di pasar internasional. Di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti, nelayan diedukasi untuk tidak menangkap lobster yang bertelur. Karena itu muncul kebijakan Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 2 Peraturan Menteri KKP mengatur lobster hanya boleh ditangkap dalam kondisi, tidak bertelur, dan ukuran panjang karapas lobster di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor.
Pasal 7 peraturan yang sama kemudian menegaskan setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya. Penjualan benih lobster akan dikenai sanksi oleh pemerintah.
Infografis ekspor lobster.
Nilai ekonomis
Benih lobster memang bernilai ekonomis, di tahun ini pemerintah bersama aparat berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih lobster. Berdasarkan estimasi 440.770 ekor benih lobster yang gagal diselundupkan memiliki nilai Rp 66,194 miliar.
Penggagalan ekspor benih lobster dilakukan di tiga lokasi berbeda. Yaitu Kecamatan Kuala Jambe, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, kemudian Desa Muara Binuangen, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten, dan Perairan Selat Kelelawar, Batam, Kepulauan Riau.
Penggagalan ekspor benih lobster di tiga daerah baru satu kejadian saja. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut diindikasikan ada aliran Rp 300 miliar sampai Rp 900 miliar setiap tahunnya dari penyelundupan benih lobster.
Dana tersebut digunakan mendanai pengepul dalam negeri dan membeli benih tangkapan nelayan lokal. Aliran dana besar dibawa oleh bandar di luar negeri ke berbagai pengepul benih lobster.
Dikutip dari laman resmi KKP, Menteri KKP Susi Pudjiastuti jelang berakhirnya masa jabatannya mengatakan pentingnya perlindungan benih lobster. Katanya, zaman dulu tidak ada pengambilan benih lobster hingga tahun 1998. Di tahun 1995 dia pernah ada yang mengambil benih lobster di Lombok, tapi tidak ada di daerah lain.
"Nelayan panen setiap musim hujan September hingga Oktober. 1 hari mereka bisa dapat Rp 5 juga sampai Rp 10 juta. Lobsternya besar-besar,” kenang Menteri Susi.
Ketika itu harga lobster hanya Rp 300 ribu per kg. Berbeda dengan kondisi kini yang membuat lobster harganya mencapai Rp 800 ribu per kg. Bahkan ada yang harganya Rp 5 juta per ekor.
Namun harga lobster yang hanya Rp 300 ribu per kg sudah mampu menyejahterakan nelayan. Penangkapan benih lobster yang tidak teratur bahkan ilegal kemudian membuat produksi lobster Indonesia menurun. Indonesia hanya mampu mengekspor 300-500 ton lobster per tahun.
Berdasarkan data Tridge, Indonesia menempati posisi ke-12 negara pengekspor lobster dunia. Nilai ekspor lobster Indonesia tahun 2018 mencapai 6,29 juta dolar AS. Indonesia memenuhi kebutuhan 0,5 persen lobster dunia. Dan volume ekspor lobsternya di 2018 adalah sebanyak 629,2 ton.
Data yang sama mencatat nilai ekspor lobster Indonesia naik 14,7 persen dalam setahun dan volume ekspornya naik 76,4 persen dalam setahun.
Dalam jajaran 20 negara pengekspor lobster terbesar dunia, Indonesia sebenarnya menempati posisi kedua di bawah Prancis dengan 719,9 ton. Lobster dari Indonesia yang ekspornya di harga 10 dolar AS per ton membuat posisi Indonesia hanya di urutan ke-12. Irlandia, Myanmar, Jerman, Australia tidak mengekspor lobster sebesar Indonesia namun harga komoditasnya sudah di atas 20 dolar per ton.
Merugikan nelayan
Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hasan Aminuddin menilai ekspor bebas benih lobster hanya akan merugikan para nelayan dan petambak. "Saya kira kalau ekspor benih lobster kembali dibebaskan pasti sangat merugikan rakyat. Tentunya kami di Komisi IV DPR RI kalau langkah itu merugikan rakyat banyak pasti tidak setuju," ujar Politikus Partai Nasdem, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12).
Lanjut Hasan, seharusnya bantuan pemerintah berpihak kepada petani dan nelayan, bukan kepada pengusaha besar. Namun kenyataannya selama ini bantuan pemerintah lebih menguntungkan kepada pengusaha besar.
Bahkan bantuan tersebut tidak bisa mengentaskan kemiskinan. Sehingga pihaknya tidak setuju jika ekspor benih lobster dibuka kembali.
"Walaupun (ekspor benih) benar menurut undang-undang tapi merugikan rakyat, maka secara otomatis. wakil rakyat dan akan menolak," ujar Hasan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR lainnya, Dedi Mulyadi, juga tidak setuju dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membuka keran ekspor benih atau baby lobster ke Vietnam. Dedi menilai, ekspor yang sempat dilarang itu, akan merugikan.
Menurut Dedi, dirinya tak menampik ekspor ada keuntungan ekonomi yang didapat. Namun, sifatnya jangka pendek. Sebab, setelah dibudidayakan oleh negara lain, lobster akan kembali diekspor ke Indonesia dengan nilai jual lebih tinggi.
“Malah Indonesia nanti jadi pengimpor lobster dari Vietnam. Sebab, kemungkinan besar Vietnam melakukan rekayasa genetika agar menghasilkan lobster kualitas unggul,” ujar Dedi, Senin (16/12).
Dedi mengatakan, benih yang dijual nantinya akan dihargai murah. Sementara, setelah dibudidayakan dan dikembangkan lobster akan dijual ke Indonesia dengan sangat mahal. Hal itu akan sangat merugikan.