REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Bernadette Robiani menilai perekonomian Sumatera Selatan bakal menghadapi sejumah tantangan pada 2020. Hal itu seiring perubahan perilaku ekonomi di dalam dan luar negeri.
Bernadette mengatakan tantangan ini tak lepas dari ketergantungan dari Sumatra Selatan pada ekspor bahan baku komoditas karet, sawit dan batubara.
Ketiga komoditas ekspor tersebut diketahui mengalami penurunan harga yang cukup signifikan dalam sejak lima tahun terakhir, dan dibarengi dengan penurunan permintaan pasar dunia.
“Jika pun akan melakukan hilirisasi dengan tujuan akan diserap di dalam negeri sendiri, maka tantangannya yakni riset dan inovasi,” kata dia.
Kemudian, tantangan lainnya yakni hingga kini Sumatera Selatan sejatinya masih mengandalkan belanja pemerintah dari APBD dan APBN untuk investasi.
Lalu, Bernadette juga menyoroti mengenai adanya perubahan pola konsumsi di masyarakat seiring dengan perkembangan gaya hidup.
“Konsumen lebih senang membeli makanan jadi secara online ketimbang memasak sendiri. Hal itu membawa implikasi pada melambatnya pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman,” kata dia.
Selain itu, adanya perubahan sistem dari manual ke digital juga akan berpengaruh pada serapan tenaga kerja.
“Sejumlah tantangan akan dihadapi pelaku usaha di Sumsel pada 2020, tapi tentunya dibalik tantangan ini tetap ada peluang,” kata dia.
Ia mengatakan, peluang ekonomi itu diantaranya, adanya jalan tol yang menghubungkan Sumatera Selatan dengan Lampung dari Bakauheni hingga Palembang.
“Tersedianya jalan tol ini akan menciptakan aktivitas ekonomi baru yang memberikan dampak multi karena adanya efisiensi,” ujar dia.
Sementara itu, Bank Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan bakal melaju di kisaran 5,7 persen-6,1 persen pada tahun 2020 karena didorong oleh investasi.