Kamis 12 Dec 2019 21:29 WIB

Azyumardi Skeptis dengan Pemberantasan Korupsi di Tanah Air

Azyumardi menilai jika tak ada perubahan maka pemberantasan korupsi kian berat.

Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim, Prof Azyumardi Azra skeptis dengan penindakan dan pencegahan korupsi di Indonesia menyusul berlakunya UU Nomor 19 tahun 2019 tentang revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, pemberantasan korupsi sangat tergantung dari political will dari pemimpin.

"Banyak alasan untuk skeptis. Karena pemberantasan korupsi itu sangat tergantung political will pemimpin puncak," ujar Azyumardi saat mengisi seminar nasional refleksi akhir tahun penindakan dan pencegahan korupsi di depan mahasiswa Universitas Paramadina Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Ia menjelaskan penilaiannya kepada para audiens, jika saat ini lebih banyak alasan untuk skeptis dibandingkan alasan untuk optimistis dengan penindakan dan pencegahan korupsi di Indonesia.

Azyumardi mengatakan saat diundang berdialog dengan Presiden Joko Widodo bersama para tokoh, ia banyak berbicara agar Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, maka Presiden bilang akan mempertimbangkan.

Tapi di sisi lain, Presiden memiliki pertimbangan juga untuk menunggu dulu hasil uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Padahal, jelas Azyumardi, para tokoh di dalam pertemuan itu sudah memberi tahu Presiden kalau Uji Materi MK itu tidak juga menimbulkan optimisme masyarakat. Karena itu bisa ditolak oleh MK dan memang terbukti kemudian tuntutan para mahasiswa ditolak.

"Meski sekarang lagi diproses satu kali lagi oleh kawan-kawan yang ketemu dengan Jokowi dulu. Ada banyak lawyer. Tapi ketegasan ini yang saya rasa kelihatannya hilang sih, dan penuh gimmick," kata Azyumardi.

Dia menambahkan jika terus seperti ini maka tantangan pemberantasan korupsi akan semakin berat. Apalagi sistem politik demokrasi transaksional yang semakin menjadi-jadi menyebabkan adanya konspirasi politik dan bisnis.

Ia mengatakan bukan tidak mungkin nanti tidak hanya KPK yang menelan kepahitan, namun lembaga lain di luar pemerintah seperti Indonesian Corruption Watch, Paramadina Public Policy Institute, LSM-LSM dan lain-lain sebagainya akan terdampak konspirasi tersebut.

"Ini terkait sistem politik demokrasi yang semakin transaksional, yang ikut menggiring terjadinya korupsi meluas dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sebetulnya itu bisa dicegah, kalau kepemimpinan puncak ikut mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," ujar Azyumardi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement