Kamis 12 Dec 2019 21:12 WIB

Dampak Revisi UU KPK: Jumlah Pegawai yang Mundur Bertambah

Sebanyak 12 nama pegawai KPK sudah mengajukan pengunduran diri kepada pimpinan.

Ratusan massa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat bentrok dengan pegawai KPK dan pihak kepolisian pada Jumat (13/9) sore. Ratusan massa dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Pemuda Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK dan mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK sejak Ahad (8/9) lalu.
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Ratusan massa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat bentrok dengan pegawai KPK dan pihak kepolisian pada Jumat (13/9) sore. Ratusan massa dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Pemuda Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK dan mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK sejak Ahad (8/9) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Fauziah Mursid, Antara

Diberlakukannya UU KPK versi revisi berdampak juga pada sumber daya manusia di lembaga antirasuah tersebut. Sebanyak 12 nama pegawai KPK sudah mengajukan pengunduran diri kepada pimpinan.

Baca Juga

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, jumlah tersebut berdasarkan dari surat pengunduran diri pegawai yang ada di meja kerjanya. Menurut dia, pengunduran diri puluhan pegawai itu, semuanya dampak dari berlakunya UU Nomor 29 Tahun 2019 tentang KPK.

“Kita tidak bisa menghalangi hak orang untuk keluar (mundur). Tetapi saya harapkan tidak ada lagilah yang mau keluar,” kata Saut saat ditemui di gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta, Kamis (12/12).

Saut menerangkan, berlakunya UU 19/2019 memang menjadi dilema bagi para pegawai di KPK. Apalagi, kata dia, dengan adanya klausul tentang alih profesi sebagai pegawai di lembaga independen, yang mengharuskan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Suat, alih profesi tersebut tak dapat diterima sebagian oleh para pegawai di KPK. Ia meyakini, alasan itu pula yang menjadi dasar objektif mengapa sejumlah pegawainya memilih mundur karena tak mau terikat dalam aturan ASN yang diharuskan dalam UU KPK 19/2019.

“Dia keluar mungkin karena merasa tidak nyaman (dengan alih status ASN),” kata Saut.

Akan tetapi, Saut menolak untuk membeberkan 12 nama pegawai yang mundur tersebut. Bahkan Saut, pun menolak untuk mengungkapkan 12 nama yang mundur tersebut, dari divisi yang mana.

“Saya tidak mau sebut ya. Karena nanti itu akan mengganggu dia juga untuk pindah karier,” sambung Saut.

Yang pasti, Saut mengatakan, ada satu harapan bersama di internal KPK agar lembaga antikorupsi tersebut, dapat tetap eksis dalam menjalankan perannya sebagai pemberantas korupsi. Meskipun, kata dia, dengan dasar tugas UU KPK 19/2019 yang bermasalah.

Jumlah 12 pegawai KPK yang mengundurkan diri ini, semakin bertambah. Pekan lalu saat KPK melakukan rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, terungkap baru tiga orang yang mengundurkan diri. Ketua KPK Agus Rahardjo dalam RDP tersebut memang mengakui, aksi mundur tersebut lantaran berlakunya UU KPK 19/2019.

Agus mengungkapkan, tiga yang mundur tersebut adalah para anggota penasihat yang perannya sudah tak ada lagi dalam UU KPK yang baru. Komisioner KPK Alexander Marwata menerangkan, peran penasihat yang dihapus dalam UU KPK 19/2019 otomatis membuat tiga anggotanya tak lagi diperlukan.

Akan tetapi, struktur penasihat, dalam UU KPK yang baru, diganti dengan adanya Dewan Pengawas (Dewas). Tetapi, Dewas dan penasihat, punya tugas dan fungsi yang berbeda.

Penasihat selama ini hanya punya tugas moral untuk mengarahkan para pegawai KPK bekerja sesuai dengan fungsi pokoknya. Sedangkan Dewas, berdasarkan UU KPK 19/2019, punya lingkup wewenang melebihi para komisioner.

Terkait Dewas KPK, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, nama-nama calon anggota Dewas KPK sudah berada di kantong Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia tidak mau berspekulasi soal nama-nama tersebut.

"Nama Dewas KPK sudah sampai di kantong presiden," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.

Ia juga tidak menjawab apakah nama-nama Dewas KPK yang sudah di kantong Presiden Jokowi berasal dari kalangan akademisi, advokat atau lainnya. "Kalau saya sebut sekarang nggak ada kejutan namanya. Pokoknya sudah ada di kantong Presiden," ujarnya.

[video] Revisi UU KPK, KPK: Tidak Sesuai dengan Harapan Presiden

Alih status seluruh pegawai

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPan RB) Tjahjo Komolo memastikan alih status pegawai KPK menjadi ASN diberlakukan kepada seluruh pegawai lembaga antirasuah tersebut. Menurut Tjahjo, alih status tersebut akan langsung diberlakukan sesuai dengan UU KPK.

"Semua lah, langsung masa nyicil, enggak ada," ujar Tjahjo di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (12/12).

Tjahjo mengatakan, KemenPAN RB saat ini masih menunggu proses pelantikan pimpinan KPK baru. Pelantikan pimpinan baru KPK dijadwalkan pada 20 Desember 2019.

"Menunggu ditetapkan ada proses dengan UU pelantikan pimpinan baru yang sudah aturan baru," ujar Tjahjo.

Tjahjo pun merespons adanya sejumlah pegawai KPK yang memilih mengundurkan diri jika dialih status sebagai ASN. Mantan Sekjen PDIP tersebut pun membebaskan jika para pegawai KPK yang tidak setuju itu memilih berhenti.

"Orang bebas, mau jadi ASN mau enggak, mau jadi wartawan. Mau bebas, mau mundur bebas aja. Mau jadi menteri bebas, diminta jadi menteri ya bebas, itu hak asasi," ujar Tjahjo.

Namun demikian, meski beralih status ASN, Tjahjo menyebut sistem pegawai KPK akan berbeda dari ASN kebanyakan. Tidak menutup kemungkinan sistem penggajian di KPK akan berbeda dengan ASN lainnya.

"Kan mereka punya masing-masing lembaga beda. Antara KPK dan Ombudsman saja beda, KPK ASN, Ombudsman tidak. Sistem penggajiannya tidak, itu saja," ujarnya.

Sebelumnya, setelah UU KPK direvisi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019,  diatur bahwa KPK adalah lembaga dalam rumpun eksekutif. Sehingga, seluruh pegawai KPK adalah ASN.

Pasal 24 Ayat (2) berbunyi , "Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps Profesi Pegawai ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 69B Ayat (1) berbunyi, "Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai Pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan".

Pasal 69C berbunyi, "Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

photo
Revisi UU KPK

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement