REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan kearifan lokal dan kesejahteraan memiliki daya tangkal yang paling kuat terhadap radikalisme. "Dari sekian banyak hulu masalah ternyata ini yang paling kuat. Keanekaragaman kita menjadi akar masalah memecahkan masalah radikalisme," kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius saat menyampaikan hasil Survei Nasional BNPT 2019 tentang "Internalisasi Kearifan Lokal dan Potensi Radikalisme di 32 Provinsi", Selasa (10/12).
Suhardi menjelaskan, BNPT konsisten melakukan riset setiap tahun sebagai basis pengambilan kebijakan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. "Riset BNPT pada 2017 menunjukkan daya tangkal yang paling kuat adalah kearifan lokal dan kesejahteraan, kemudian riset 2018 bahwa kearifan lokal dianggap sebagai perekat masyarakat sekaligus dipercaya sebagai daya tangkal," katanya.
Namun, kata dia, riset pada 2019 menemukan ternyata aspek penting kearifan lokal ini tidak dibarengi dengan dokumentasi yang utuh terhadap kearifan lokal di masyarakat. "Yang terjadi adalah diskontinuitas pemahaman dan praktik kearifan lokal pada generasi sekarang yang lebih dikenal dengan generasi millenial, sehingga miss," katanya.
Menurut dia, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Indonesia sangat besar dengan keberagamannya yang memiliki hampir 1.000 suku bangsa. Suhardi menjelaskan kearifan lokal bukan sekadar dimaknai sebagai kesenian atau kebudayaan daerah, melainkan lebih kepada nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat masing-masing daerah.
Jika pemerintah daerah mampu memanfaatkan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di daerahnya, tentu akan sangat efektif dalam menangkal paham radikalisme. "Jangan cuma disebut-sebut kearifan lokal, tapi tidak tahu apa itu. Kearifan lokal itu nilai, masing-masing daerah punya nilai di masyarakat," kata Suhardi.
Survei tersebut dilaksanakan BNPT berkolaborasi dengan peneliti Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Balitbang Kemenag, dan berbagai pemangku kepentingan terkait. Pengambilan sampel dalam riset itu menggunakan teknik multistage cluster random sampling dengan rumah tangga sebagai unit terkecil. Pengumpulan data melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi pada April-Juli 2019.