Selasa 10 Dec 2019 02:55 WIB

BPIP: Pahami Pancasila Jangan Berhenti di Pembukaan UUD 1945

BPIP mengatakan upaya pemahaman terhadap Pancasila tak cukup pada pembukaan UUD 1945.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP, Hariyono didampingi Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina di Jakarta, Kamis (28/11).
Foto: Erik PP
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP, Hariyono didampingi Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina di Jakarta, Kamis (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengingatkan, upaya pemahaman terhadap Pancasila tidak cukup hanya sebatas pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Itulah tantangan kita bersama, masih banyak intelektual kita yang belum paham sehingga seolah-olah Pancasila berhenti hanya pada Pembukaan UUD 1945," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP Prof Hariyono, di Jakarta, Senin (10/12).

Baca Juga

Hal tersebut disampaikannya usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPIP dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk bekerja sama dalam upaya pembumian Pancasila. Menurut Hariyono, jika memahami Pancasila berhenti pada Pembukaan UUD 1945, kata dia, penjelasan atas istilah Pancasila di Pembukaan UUD 1945 saja tidak ada.

Menurutnya, pemahaman konstitusi harus diikuti dengan pemahaman ideologi sehingga pembangunan tidak hanya harus konstitusional, tetapi juga ideologis. "Untuk (Pancasila sebagai) ideologi itulah hanya kita temukan dalam proses sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) sehingga bukan hanya sidang PPKI," ujarnya.

Seiring dengan itu, Hariyono juga mempertanyakan indikator dan parameter yang digunakan terhadap pernyataan bahwa Presiden tidak tahu Pancasila, dan sebagainya. "Sebagaimana dijelaskan Presiden sendiri dalam presidential lecture itu jelas bahwa setiap kebijakan dan regulasi harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Itu kan berarti paham Pancasila. Bukan hanya sekadar hafal Pancasila," ujar Guru Besar Universitas Negeri Malang itu menegaskan.

Bahwa Pancasila sebagai sebuah idealitas yang masih ada kesenjangan dengan realitas, Hariyono mengakui, tetapi itulah yang menjadi tugas bersama untuk mewujudkannya secara ideal. "Bahwa kemudian tantangannya, kenapa masih ada penarikan dari rakyat, dan sebagainya, ya, karena kas dari negara kita belum mencukupi. Bahwa Pancasila belum maksimal pengamalannya, itu tugas bersama," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement